Selamat datang di Kumpulan Cerpen Remaja dan Anak! Silahkan mengunjungi satu per satu cerpen dari para penulis kami!
Bisa mulai ditelusuri dari Authors yang berisi profil kami, kemudian Become Author untuk mengirim karya atau pun menjadi penulis tetap. Melanjutkan atau malah langsung menuju Daftar Cerpen yang berisi cerpen terposting di blog lama maupun baru pun oke. Ada yang kurang? Tanyakan di Information. Berkelana sesuka hati saja, deh! Welcome!
Welcome to KCRdA weblog | take parcitipate with us | read stories | comment | send stories

Jumat, 04 November 2016

Think in Love - Special 2 END

Think in Love: Special 2 [END]
Karya Melinda Adelia Jenita Werner

Pokoknya, hari ini aku harus menyelesaikan ini. Kalau aku ingin tahu masalahnya, aku perlu mengikutinya, agar aku dapat petunjuk yang bisa membuatku berpikir lurus.
"Mau kemana, Raf?"
"Aku mau ke koperasi. Pulpenku sudah habis."
"Boleh aku ikut? Hari ini aku cukup sial karena buku latihan IPA ku ketinggalan."
"Baiklah, ayo."
Yes!


Aku pun mengikuti Rafa keluar dari kelas. Senang rasanya bisa jalan bareng. Astaga, sadar, Lyfa. Kamu gak boleh baper dulu. Ada yang harus kamu selesaikan.
Sampainya di koperasi, kami disambut dengan senyuman manis dari seorang siswi yang sedang menjaga koperasi. Kayaknya dia kakak kelas. Mata coklatnya bersinar saat dia melihat Rafa. Aku rasa Rafa benar-benar akan menjadi bintang baru sebagai siswa tertampan di sekolah. Kemudian, saat dia menjadi seorang kakak kelas, dia akan semakin terkenal, sampai-sampai dia ditawarkan menjadi seorang artis!
"Lyfa," panggilan Rafa membuat khayalanku pecah. "Kamu mau beli buku tulis, kan?"
Siswi berambut gelombang itu mengalihkan matanya ke arahku.Dia melihatku dengan tatapan yang tidak bersahabat. Mungkin dia cemburu melihatku dekat dengan Rafa.
"Iya. Kak, buku tulisnya satu, ya."
Dengan cepat dia mengambil satu buku tulis di lemari kaca tempat semua perlengkapan belajar dijual. Kemudian memberikan buku tulis kosong yang berisi 38 lembar itu kepadaku. Dia masih menatapku tidak suka. Tapi aku tetap bersikap sopan dan mengeluarkan senyum palsuku.
"Harganya Rp.4.000."
"Tunggu."
Aku memasukkan tanganku ke dalam saku bajuku. Kuraba isinya dan ternyata tidak ada satupun uang di dalam sakuku. Ya ampun kenapa aku bisa lupa bawa uang saku? Ini tidak pernah terjadi padaku sebelumnya.
"Semuanya berapa, Kak?" Tanya Rafa kepada penjual koperasi itu. Siswi itu langsung menoleh ke arah Rafa dengan senyum mengembang. Astaga.
"Harga pulpennya Rp.2000 dan buku tulisnya Rp.4.000. Totalnya Rp.6.000."
Rafa mengeluarkan selembar uang dari dalam sakunya. Apa? Dikasih uang saku Rp.50.000?? Apa dia dari keluarga kaya atau gak sengaja dapat di jalan?
"Tunggu kembaliannya, ya. Ngomong-ngomong, siapa namamu?"
"Rafa."
"Wah, nama yang bagus! Cocok untukmu. Oh iya, apa kamu sudah punya pacar, adik kelas yang manis?"
Dia bertanya macam-macam sambil menghitung kembalian tanpa melihat uang yang dia pegang. Dia bagus kalau kerjanya sebagai keuangan, tapi aku kesal melihat sikapnya. Tidak memberikan contoh baik kepada adik kelas itu tidak akan bisa membuat kamu pacaran sama Rafa. Tanya saja sepuasmu sampai air liurmu itu menetes keluar.
"Rafa, kamu gak perlu membayar bukunya. Lebih baik aku tidak jadi beli. Uangku ketinggalan di rumah."
"Kalau kamu tidak beli buku, di mana kamu akan menulis soal IPA hari ini? Tidak apa. Kamu diam saja."
"Tapi .."
"Ini kembaliannya, sayang. Rp.42.000 tanpa ada uang yang kumal."
Aku sudah tidak tahan dengan sikapnya itu. Rasanya pengen aku penyek dia jadi lempeng. Tidak sengaja aku memasang wajah cemberut.
"Makasih, Kak."
Kami pun menjauh dari koperasi. Kulihat dari jauh, dia sedang melambai-lambaikan tangan ke arah kami, kemudian melihatku sinis. Haha, orang bodoh tidak perlu dibahas.
"Besok aku akan ganti uangmu."
Rafa menoleh ke arahku. Mukanya dekat banget sampai aku tidak bisa berpaling. Tentu saja para cewek gak bisa mengendalikan rasa ketertarikkan kepada seorang cowok ganteng, termasuk juga aku.
"Bagaimana sebagai gantinya, temani aku ke aksesoris handphone?"
"Boleh. Mau beli apa kamu di sana?"
"Aku ingin sesuatu yang menarik untuk HP ku ini."
Dia mengeluarkan handphone bermerk Apple-nya dari dalam saku celananya. Tampilan HP Apple semakin kerensaja, dan jua semakin mahal.
"Kalau masalah aksesoris HP, serahkan saja padaku!"
"Hari ini sepulang sekolah kita langsung ke lokasi. Oke?"
"Apa?"
***
"Naiklah, Lyfa. Tidak apa-apa."
Apanya yang tidak apa-apa?? Semua orang melihat kita! Kita menjadi pusat perhatian, tahu!

Aku dengan ragu memasang helm punya Rafa dan segera naik ke motor. Aku gugup campur malu dan kesal, karena dilihat banyak anak sekolah. Jam pulang sekolah sudah tiba. Parkiran motor begitu ramai dan berisik. Aku berusaha tidak menghiraukan keadaan dan langsung menutup wajahku dengan kaca helm, supaya tidak ada yang melihat wajahku.
"Maaf, Lyfa. Aku salah, seharusnya gak terjadi begini. Kita .."
"Ayolah, Rafa. Cepat tancap gasnya! Aku sudah tidak tahan di sini!"
Rafa mengikuti perkataanku dengan menancapkan gas sampai aku ingin jatuh. Tapi, dengan cepat tanganku menangkap pinggang Rafa dan aku tidak bisa jatuh. Kami pun sudah jauh dari sekolah. Tapi, entah kenapa rasanya tidak benar. Rafa mengendarai motor seperti hampir kehilangan keseimbangan.
"Rafa, hati-hati!"
"Ya Tuhan!" Rafa menyetop motornya di depan sebuah pohon. Hampir saja kami menabrak pohon.
"Kamu baik-baik saja? Tunggu. Hei! Harusnya hati-hati dong! Kamu lupa kalau kamu lagi bawa cewek di belakang?? Kalau ketabrak gimana dong??"
Rafa membenarkan kaca spion motornya. Kulihat wajahnya di kaca motor. Dia kelihatan sedih. Aku kesal melihatnya.
"Maaf. Aku tidak konsentrasi. Aku akan lebih hati-hati."
"Ya sudah, gak pa-pa. Ayo lanjut deh jalannya. Nanti keburu malam."
Aku kembali mengalungi pinggang Rafa dengan kedua lenganku.
Bukannya menyalakan motor, dia malah diam. Astaga, kesabaranku hampir habis.
"Rafa! Kamu .."
"Lyfa," potong Rafa, membuatku diam. "Sebelum ke sana, aku mau bertanya."
Baiklah, aku penasaran kenapa dia tiba-tiba jadi ingin bertanya dan memasang wajah serius.
"Apa?"
Kami masih dalam posisi duduk di motor tanpa menatap wajah. Yang aku lihat hanya punggung dan kepala yang terlindung helm. Parfumnya tercium kuat di penciumanku karena berjarak 2 centi dariku.
"Apa kamu .. ingin mendengarkan ceritaku? Cerita tentang hal yang membuatku kesulitan saat ini?"
"Apa maksudmu, Rafa?"
Rafa menghela napasnya.
"Aku kesepian. Aku tidak punya teman. Tidak ada yang peduli sama sekali denganku. Dengan wajahku ini, semua cewek mengejarku, tapi semua cowok membenci diriku diperebutkan. Tapi, itu juga salahku, karena ... dulu .. aku ..."
Aku menunggu kata Rafa selanjutnya. Di dalam hati, aku tersenyum. Arika pintar banget. Rencanaku berhasil dengan lancar. Akhirnya Rafa mau menceritakan masalahnya padaku, karena dia sudah merasa nyaman di dekatku.
"... playboy."
"Apa?"
"Iya! Playboy! Seorang cowok yang suka banget ganti-ganti pasangan! Kamu boleh aja sebut aku murahan atau apapun. Saat aku seperti itu, aku dibenci oleh semua cowok di SMP dan setiap jam istirahat dan sepulang sekolah, aku dikeroyok. Waktu itu, aku sadar bahwa semua yang aku lakukan saat itu benar-benar bodoh. Tidak ada yang tertarik untuk berteman denganku. Sampai sekarang, hatiku masih hancur berantakkan. Tidak ada yang bisa mengembalikan semangat hidupku. Kamu sudah tahu semuanya, kenapa aku kemarin luka-luka di bagian wajahku. Dan juga, kenapa aku tidak ingin berteman dengan yang lainnya."
Akhirnya dia menceritakan semua beban di dalam hatinya. Aku tersenyum sebentar karena merasa puas. Aku menepuk punggung Rafa kencang.
"Aw!" Jerit Rafa.
"Hahaha, playboy, ya? Oke, mungkin aku juga akan mengatakan sesuatu padamu. Ya, waktu aku SMP, aku seorang playgirl, lho!"
"Hah?" Kaget Rafa. Dia sampai memalingkan kepalanya dan tidak peduli dengan lehernya yang kesakitan.
Aku turun dari motor dan berdiri di atas tanah yang ditumbuhi rumput hijau. Dia membelalakkan matanya ke arahku. Aku berjalan mengelilingi pohon besar yang dari tadi ada di depan kami. Aku tersenyun lebar.
"Yah, tapi, karena aku sadar bahwa menjadi playgirl itu tidak ada untung untukku, aku menghentikan kebiasaan mencari pacar dengan melupakan hal itu. Aku berharap aku bisa pacaran dengan seseorang tanpa putus, sampai aku bisa merasakan bagaimana rasanya mempunyai seorang suami. Kesadaran itu muncul saat aku melihat temanku pacaran dengan pacarnya. Mereka tidak alay seperti pasangan lainnya. Mereka berbeda. Aku suka melihat mereka, karena tidak pernah ada masalah diantara mereka. Bisa dibilang, aku iri pada mereka."
Aku menghentikan langkahku di samping motor Rafa.
"Tapi, itu hanya masa lalu," sambungku kemudian, membuat Rafa mengangkat kepalanya. "Ayolah, Rafa. Santai saja. Hidup itu hanya sekali, kita bisa memperbaiki diri kita. Walaupun tidak berhasil, kita masih bisa bertahan di dunia ini. Jangan menyerah. Tuhan menyayangi semua ciptaan-Nya. Kalau kamu tidak punya teman, berarti kamu mengaggapku apa? Tiang? Hei, aku sudah jadi temanmu! Jangan pernah katakan tidak punya teman lagi! Ada aku di sini!"
"Ma-maaf."
Aku terkejut melihat Rafa mengelap sesuatu di matanya dengan baju lengannya. Air mata. Aku tersenyum. Menepuk-nepuk pundaknya untuk menyemangatinya.
"Sudah, sudah. Oh iya, kapan kita perginya kalau begini? Sudah jam 4 sore!"
"Naiklah. Aku akan lebih hati-hati lagi. Pegang erat-erat."
"Oke."
Tanpa beban sedikitpun, kami pun kembali mengikuti jalan aspal.
***
"Rafa! Lihat ke sini! Cepat!" Suruhku.
"Ada apa emangnya sih?"
Aku menarik tangan Rafa menuju tempat aku menemukan sesuatu yang menakjubkan. Aksesoris HP hari ini sangat cantik, indah, dan unik. Astaga. Seandainya aku bawa uang, aku bakal borong barang di sini.
"Yang mana?"
"Ini! Yang ini!"
Aku menemukan gantungan HP berbuah bintang kecil berwarna kristal putih. Ada dua pasang dan hanya tersisa satu bungkus.
"Beli ini aja!" Saranku.
"Kenapa yang ini? Selera kamu kekanakkanakan banget!" Komentar Rafa, membuatku tertusuk.
"Apa? Hei! Ini bagus, tahu! Huh! Kalau aku bawa uang, aku beli ini aja."
"Hahaha, aku hanya bercanda. Baiklah, kita beli yang ini."
"Hah? Kita? Bukannya kamu yang beli? Itu punya kamu."
"Di dalam bungkus ini, ada dua gantungan HP. Satu untukku, dan satunya lagi untukmu. Aku mau ke kasir dulu, ya."
Entah kenapa aku jadi senang banget. Pengen banget aku teriak kencang, tapi di sini tempat umum. Nanti aja aku teriaknya di kamar sepuasnya. Dibelikan sesuatu oleh Rafa, rasanya kenapa jadi degdegan gini? Duh, aku sampai gak tahu apa ini cinta atau penyakit playgirl-ku yang lagi kambuh.
"Nih." Rafa muncul di hadapanku sambil memberikanku gantungan HP. Gila, ini keren banget!
"MAKASIH!" Kataku hampir berteriak saking senangnya dan tanpa sengaja aku memeluk benda kecil itu. Rafa tertawa melihatku.
"Ayo kita pulang. Aku antar kamu ke rumah."
"Iya, makasih lagi, Raf."
"Aku yang harus banyak makasih, Fa. Karena kamu, aku merasa tidak punya beban apa-apa lagi. Itu berkat kamu."
Napasku seakan sesak, susah bernapas. Mungkin aku akan demam Rafa karena hari ini benar-benar menyenangkan.
"Tunggu, Rafa! Kita pasang gantungan HP ini dulu ke HP kita, lalu ..." aku mengeluarkan HP ku dari dalam tasku dan kamera miniku.
"... kita selfie."
"Ayo!"
***
Di foto itu, ada Rafa dan aku sedang berfoto bersama dengan gantungan HP yang baru kami beli. Rasaya kayak mimpi.
Hari ini melelahkan. Aku harus tidur dan bangun pagi. Aku harap, hubunganku dengan Rafa akan tetap nyaman seperti ini, lalu .... ah sudahlah.
***
"Pagi, Lyfa!" Sapa Rafa, membuatku kaget.
"Pagi juga, Raf. Kamu hari ini ada kebersihan kelas, ya?"
"Iya. Aku gak suka ngepel, jadi aku datangnya lebih awal biar dapat sapu aja."
Kami tertawa terbahak. Baru beberapa hari, aku sudah dekat dengan Rafa. Kayaknya, dia sudah menerimaku sebagai temannya. Itu sudah cukup.
***
"Kamu suka sama dia?"
Aku dan Arika pulang sekolah bareng. Dia menungguku di gerbang sekolah. Kami beda sekolah, tapi kami gak akan saling melupakan.
"A-aku?"
"Kelihatan banget dari wajahmu saat kamu membicarakan dia. Sebaiknya kamu tembak saja dia."
"Aku ... gak suka nembak cowok lagi."
"Oh ya? Berarti kamu sudah berubah."
Arika tersenyum padaku dan aku tiba-tiba salah tingkah.
"Iya, Ka. Aku suka dia. Tapi, aku tidak yakin untuk mengatakan ini padanya. Rasanya aku merasa gelisah."
"Aku yakin dia akan menerimamu. Atau ... dia yang akan menembakmu duluan."
"Kenapa kamu bisa seyakin itu mengatakan itu?"
Arika tersenyum lebar misteri. Tangannya memegang ujung rambutku dan menjatuhkan rambutku lembut ke pundakku. Dia menghentikan langkahnya tepat di depanku.
"Karena dia suka kamu."
"Dari mana kamu tahu?"
"Ini hanya permainan, Fa. Permainan. Terserah kita akan melangkah ke mana, tapi jika ada dadu, langkah kita akan diatur oleh dadu itu dan tidak sesuai keinginan kita, kecuali dengan pikiran kita. Kamu harus yakin dengan dadumu, maka kamu akan ke langkah yang benar. Percayalah pada dirimu, dan juga perasaanmu, Fa. Kamu pasti akan mendapatkannya."
Aku membelalakkan mata. Tiba-tiba aku merasa yakin pada diriku sendiri. Keraguanku sudah hilang. Tapi, aku masih tidak sanggup untuk memberitahu Rafa. Aku perlu waktu untuk mengumpulkan keberanianku.
"Makasih, Arika."
***
Sampainya di rumah, aku langsung menuju kamarku. Dengan malas, aku meletakkan tasku di lantai dan segera merebahkan diri di kasur.
Nada SMS terdengar dari dalam tasku. Aku mengambil tasku dan membuka isinya. Setelah aku menemukan HP ku, aku melihat sepuncuk surat di dalam tasku. Aku tidak pernah meletakkan surat di dalam tas, bahkan aku tidak membuat surat untuk siapapun. Ini benar-benar misteri.
Di surat itu, tertulis "untuk Titania Lyfatmara". Tunggu. Ini namaku. Artinya, ini untukku. Tapi dari siapa?
Rasa penasaranku memuncak sambil membuka isi surat itu. Aku membaca surat itu sampai akhir di dalam hati sambil memain-mainkan gantungan HP ku.
"A-a-a-ap-apa???????"
Perasaanku campur aduk tidak bisa mengendalikan diriku. Aku memeluk surat itu sambil berguling-guling di kasur.
"RAFA!"
***
Adakah kalian pernah diberikan surat cinta? Saat kalian menemukan surat cinta itu di dekat kalian, bagaimana reaksi kalian sesudah membaca isinya?
"Bagaimana? Bagaimana aku bisa Menghadapi ini?? A-aku .. belum siap untuk menjawab ini!"
Aku seakan baru saja dilamar. Sebenarnya aku ditembak dalam bentuk surat ungkapan perasaan. Dan yang mengirim surat cinta itu adalah ...
RAFA!
"Ma, aku keluar dulu, ya!"
"Hati-hati, nak! Jangan pulang malam."
"Iya, Ma. Hanya sebentar saja."
Dengan jaketku dan HP yang ada di tanganku, aku bergegas berjalan ke suatu tempat, di mana aku bisa berpikir jernih. Aku harus mengendalikan pikiranku. Kali ini, aku sedang pusing. Tapi, dicampur dengan rasa senang. Aku harusMenghadapi ini?? A-aku .. belum siap untuk menjawab ini!"
Aku seakan baru saja dilamar. Sebenarnya aku ditembak dalam bentuk surat ungkapan perasaan. Dan yang mengirim surat cinta itu adalah ...
RAFA!
"Ma, aku keluar dulu, ya!"
"Hati-hati, nak! Jangan pulang malam."
"Iya, Ma. Hanya sebentar saja."
Dengan jaketku dan HP yang ada di tanganku, aku bergegas berjalan ke suatu tempat, di mana aku bisa berpikir jernih. Aku harus mengendalikan pikiranku. Kali ini, aku sedang pusing. Tapi, dicampur dengan rasa senang. Aku harus bisa mengatasi ini. Aku harus tenang.
Aku sampai di taman kota. Sudah lama aku tidak ke sini, karena menurutku tempat ini tidak berubah dan membosankan. Tapi, tidak untuk hari ini. Aku perlu tempat sejuk.
Aku duduk di sebuah kursi kayu panjang yang dingin, karena beberapa jam yang lalu, hujan berhenti meninggalkan suhu dingin, membuatku ingin memakai jaket hijauku.
"Aku harus mengatakan apa?"
Untung taman hari ini sunyi. Sepertinya hanya ada aku di sini. Tapi, mataku tiba-tiba melihat seseorang sedang menghadap ke salah satu pohon. Diam sambil menatap pohon besar itu. Pohon itu mengingatkanku saat aku dan Rafa hampir menabrak pohon.
Dia menoleh ke tempatku berada. Apa dia merasa dimata-matai? Padahal aku hanya melihatnya saja. Dia berjalan mendekat. Ya ampun, apa yang dia inginkan? Apa dia marah padaku karena aku terus melihatnya dari tadi?
"Lyfa, apa itu kamu?"
Itu suara .. suara Rafa! Ngapain dia di taman kota??
Sial. Aku tidak tahu aku harus bersikap dan bicara apa. Sekarang dia tepat di depanku.
Angin berhembus lembut. Rambutku berkibar tidak tenang. Aku baru sadar kalau aku lupa mengikat rambut. Rambutku sudah semakin panjang.
"Lyfa, gak nyangka kamu juga ada di sini. Ngapain?"
"Aku kehabisan oksigen. Jadi aku ke sini," jawabku ketus.
Rafa terdiam. Tidak ada balasan dari jawabanku. Tanpa rencana, aku mengubah ekspresiku yang murung.
"Katanya, kamu tidak tertarik punya pacar. Katanya, kamu hanya akan fokus dengan sekolah. Haha, ternyata semua kata-katamu itu hanya sebuah dialog buatanmu saja. Harusnya aku sadar itu, karena kamu tampan!"
"Kamu benar, Fa. Aku .. telah bohong padamu. Tapi, aku tidak bermaksud membohongimu. Waktu itu, aku mengatakannya dengan jujur. Tapi sekarang, aku merasa kata-kataku waktu itu hanyalah masa laluku yang belum pernah merasakan cinta yang sesungguhnya."
"Apa maksudmu?"
"Kamu. Ya, kamu. Kamulah yang salah, Fa."
"Salahku? Apa salahku?"
"Semakin waktu berjalan, maka sesuatu yang aku abaikan itu terbuka perlahan. Dan sekarang, pintu itu telah terbuka lebar. Kamu mengetuk pintu itu. Lalu, aku mendengar ketukan itu dan segera membukakan pintu. Tapi, akan membutuhkan waktu untuk membuat pintu itu terbuka lebar. Dan aku sadar, yang aku buka itu adalah hatiku. Tanpa sengaja, aku mulai menyukaimu. Kamulah yang membuatku berbohong, Lyfa."
Sekarang aku mengerti apa maksud Rafa selama ini. Dia suka padaku. Selama di sekolah, dia menghabiskan waktu istirahatnya membuat surat cintanya tanpa ketahuan olehku. Dan dia membeli gantungan HP untuk membuka lembar baru di memorinya.
Aku sudah kehabisan pikiran. Rafa benar. Akulah yang salah. Tapi, aku tidak tahu kalau Rafa punya perasaan padaku, dan itu di luar imajinasiku. "Rafa, ka-ka-kamu .." kataku gugup.
Tangan Rafa mendekat ke wajahku dan menyapu helai rambut yang menutupi mataku.
Tanpa sadar dengan apa yang dia lakukan selanjutnya, dia mencium bibirku tanpa mengatakan sesuatu sebelum bertindak. Dalam pejamannya, aku bisa merasakan kalau dia benar-benar sedang jatuh cinta. Napasnya tercium membuatku tidak bisa menghindar dengan semua yang dilakukannya saat ini.
Aku tahu wajahku merah merona sesudah dia menciumku dan menatapku lekat.
"Apa ini ciuman pertamamu?"

-SELESAI-


Profil dan Lainnya
Makasih sudah mau membaca cerpen Think in Love karya Melinda Adelia mulai dari prolog sampai special akhir. Semoga ini bisa menjadi inspirasi dan motivasi dalam menjadi penulis cerpen dan novel.
Kalian ingin lebih tahu siapa Melinda Adelia yang satu ini? Ingin melihat biodata lengkap dan berteman dengannya? Melihat fotonya?
Facebook: Melinda Adelia Jenita
LINE: happymell_
Instagram: melin.djnta

Thanks udah baca semuanya! ♥♥

1 komentar:

  1. The good news, the bad news, and the good news!
    We're seeing a real 평택 출장샵 uptick in new 오산 출장마사지 slot machines each month. 충청남도 출장안마 You can also wager with 광명 출장마사지 the casino's 천안 출장안마 bonuses if you've already deposited.

    BalasHapus

Biarkan kami tahu kamu di sana... ;)