Selamat datang di Kumpulan Cerpen Remaja dan Anak! Silahkan mengunjungi satu per satu cerpen dari para penulis kami!
Bisa mulai ditelusuri dari Authors yang berisi profil kami, kemudian Become Author untuk mengirim karya atau pun menjadi penulis tetap. Melanjutkan atau malah langsung menuju Daftar Cerpen yang berisi cerpen terposting di blog lama maupun baru pun oke. Ada yang kurang? Tanyakan di Information. Berkelana sesuka hati saja, deh! Welcome!
Welcome to KCRdA weblog | take parcitipate with us | read stories | comment | send stories

Kamis, 14 April 2016

Think in Love - Special 1

Think in Love
Karya Melinda Adelia Jenita Werner

Think in Love: Special 1
Tidak ada yang aku pikirkan selain cara mendapat pacar baru. Aku galau tidak habisnya. Bagaimana aku mendapatkan pacar tanpa berakhir 'putus'? Aku sangat muak. Mungkin aku akan menjomblo seumur hidup. Ditambah lagi, aku sekarang sekolah di SMA khusus perempuan. Gimana caranya aku bisa dapat pacar?? Mama jahat memasukkanku ke sekolah perempuan agar aku tidak bisa dapat pacar. Kenapa sih Mama ngelarangin aku terus? Ini tidak boleh, itu tidak boleh. Aku kan sudah besar, sudah tidak perlu diatur.
Namaku Titania Lyfatmara. Umurku 16 tahun. Lahir di ... alah memangnya aku mau isi biodata gitu? Gak perlu. Langsung aja ke TKP.

***
Hari yang sangat tidak aku tunggu adalah pergi ke sekolah. Rambutku kubiarkan kusut dan mengikatnya menjadi kucir satu. Sambil melihat bayangan di cermin, aku cemberut tidak ingin melihat diriku tanpa ada cogan di sampingku. Ukh! Kapan aku bisa punya pacar yang seriusan sampai menikah? Aku capek pacaran gak jelas dan berakhir putus. Percuma kamu cantik, Lyfa. Tidak ada cintanya.
Sesudah dandan cantik dan sarapan, aku diantar Mama ke sekolah menggunakan mobil. Hidup tanpa cogan dan pacar, aku hampa kayak debu. Aku ingin punya pacar!
"Lyfa, sudah sampai."
"Oke, Ma. Aku sekolah dulu."
"Hati-hati, nak. Belajar dengan benar!"
Setelah itu, Mama langsung tancap gas. Mama suka ngebut pakai mobilnya, tapi kalau ada aku di mobil, Mama tidak berani ngebut.
"Ah, sekolah sedang menungguku."
Aku harap sekolah perempuan ini jadi sekolah laki-laki dan perempuan. Campuran. Tapi, itu tidak mungkin.
"Aku pengen bolos."
Seseorang menabrakku dari belakang. Penasaran membalikkan badan. Seorang cowok baru saja menabrakku. Tunggu dulu. Cowok? KENAPA COWOK ADA DI SEKOLAHKU???
"Maaf, gak sengaja. Aku sudah terlambat ke kelas! Padahal ini hari pertama," katanya seraya meraba-raba lantai lapangan. Dia mencari kacamatanya yang terjatuh.
Aku menemukan kacamata yang dicarinya dan memasangnya ke matanya. Matanya buram melihat sekitar, tapi ... DIA COGAN!
"Makasih," katanya. Tangannya kemudian mencari tasnya yang terjatuh. Tasnya ada di tanganku.
"Nih tasmu ada padaku. Kamu bisa berdiri, gak? Biar kubantu?"
"Makasih lagi.
Dia menerima uluran tanganku. Aku menarik tangannya dan dia berdiri. Dia lebih tinggi dariku, kenapa bisa dia menabrakku.
"Kamu ada tau sesuatu gak dengan sekolah aneh ini?" Tanyaku.
"Kamu tidak tau?" Tanyanya balik, membuatku setengah penasaran.
"Tau apa?"
"Sekolah kita memiliki dua bangunan yang tinggi dan panjang. Sebelah kanan untuk siswa laki-laki dan sebelah kiri untuk siswa perempuan. Kamu berpikir di sini sekolah khusus perempuan, namun kenyataannya, sekolah ini hanya memisahkan laki-laki dan perempuan. Peraturan tahun ini berubah karena Kepala Sekolah baru. Siswa laki-laki dan perempuan digabung."
Harapanku terkabul dengan sangat cepat. Rasanya ini seperti mimpi. Ternyata bukan sekolah khusus perempuan. Senangnya hatiku.
"BERITA BAGUS! MAKASIH BANGET ATAS INFONYA!" Seruku sambil menepuk-nepuk kedua bahu cowok itu.
Dia terlihat bingung melihatku, tapi dia melempar senyum ke arahku. Hei, senyumannya bisa bikin aku baper! Hentikan itu!
***
"Hei, kamu! Duduklah denganku!" Ajakku sambil melambai-lambaikan tangan ke arah cowok itu. Gak ada yang aku kenal lagi selain dia. Dan dia teman pertamaku di kehidupan SMA ku.
Dia mengangguk dan berjalan cepat ke arahku. Aku menawarkan dia tempat duduk agar dia bisa sebangku denganku. Ternyata cowok ini penurut dan gak cerewet, tidak seperti cowok-cowok yang pernah kutemui.
Tapi ... kenapa cogan kayak dia dijauhi oleh banyak cowok? Seharusnya mereka berteman karena saling cogan. Tapi, ada juga yang jelek sih.
"Gak nyangka bisa sekelas," kataku basa-basi.
"Aku juga gak nyangka. Tapi, kita belum kenalan. Perkenalkan, namaku Rafa Werisky. Panggilanku Rafa," katanya memperkenalkan dirinya padaku.
Ini pertama kalinya ada cowok yang pengen kenalan denganku dan memperkenalkan dirinya lebih dulu. Biasanya, aku selalu duluan memperkenalkan diri pada cowok. Deg-degan rasanya dekat sama cogan!
"Namaku Titania Lyfatmara. Panggilanku Lyfa," balasku memperkenalkan diri. Kami berjabat tangan.
Namanya pasaran, tapi mukanya enggak. Cogan banget pokoknya. Aku tidak boleh mengeluarkan sifat SMP ku dulu. Takut kalau dia berpikir aku suka sama dia. Baper banget.
"Lyfa. Nama yang bagus. Senang bisa berkenalan denganmu."
Dia memuji namaku! Semoga mukaku gak merah.
"M-makasih. Oh ya, aku mau tanya."
"Ya?"
"Mukamu kayak gini gak mungkin jomblo, kan? Sudah punya pacar, kan? Hehehe."
"Hah? Ya enggak, lah! Aku gak punya pacar!" Jawabnya agak aneh.
"Hah? Yang bener? Berarti kamu jomblo apaan? Jomblo parah?"
"Hahaha, apa maksudmu, Lyfa? Di SMP, tidak ada yang membuatku tertarik untuk mencari pacar. Aku malah sibuk sama belajar sampai sekarang ini. Aku milih mikirin pekerjaanku dulu, soal pasangan itu belakangan."
"What?"
Aku ketemu sama cogan tapi jones. Dia lebih pentingin masa depannya sendiri dari pada mikirin cewek. Tapi, aku tidak bisa mengatur pikiran orang. Itu keputusannya sendiri.
"Satu pertanyaan lagi. APA YANG AKAN KAMU LAKUKAN JIKA KAMU JATUH CINTA?"
Satu pertanyaanku membuatnya salah tingkah. Tunggu. Kenapa dia bisa salah tingkah? Apa dia baper padaku? Hahaha, mungkin saja.
"Tidak tau! Untuk apa kamu menanyakan hal itu? Aneh banget!"
Aku agak terkejut mendengarnya, karena awal menurutku, dia bukan orang yang suka bicara nada tinggi.
"Gak, kok, cuma nanya."
"Kenapa nanya?"
"Kamu itu manis, masa jomblo? Aku sampai gak percaya."
"Apa??" Kagetnya. Aku sampai ikut kaget, karena kedua tangannya memukul meja.
"Kamu lagi puji aku? Atau lagi menghinaku?"
"Ternyata kamu orangnya seriusan banget! Ya iyalah lagi puji kamu, masa hina kamu? Aneh deh."
"Oh, kalau muji makasih. Kalau hina kita gak perlu berteman."
Dia punya sifat dingin, tapi pas dengar katanya tadi, aku agak kesal campur merasa bersalah.
Dia sulit sekali untuk digoda. Cowok ini langka.
***
"Ukh! Laper!" Keluhku sambil berjalan menelusuri koridor sekolah.
Setelah melewati pelajaran Matematika yang entah kenapa mudah kupahami dengan baik, aku merasa laper banget.
Aku ke kantin membeli makanan dan minuman dingin. Aku tidak makan di kelas kayak yang lain atau makan di kantin. Aku akan mengubah kebiasaan SMP ku yang selalu makan di kantin sambil lihat cogan dengan makan di taman sekolah. Oh iya, sebelum keluar kelas, aku sempat diajak dua cewek dandan tebal itu makan siang di kantin. Aku menolaknya, karena aku mencium aroma mereka, PLAYGIRL!
Sesudah makan-minum dan nyantai, aku bergegas meninggalkan taman dan memutuskan untuk masuk ke kelas.
Rafa kayaknya juga gak punya teman lain. Tapi, dia keluar kelas lebih dulu tanpa mengajakku ke kantin atau mengatakan sesuatu.
Ah, untuk apa mikirin dia? Di sekolah ini, masih banyak cogan lainnya yang belum kulihat. Pasti ada yang lebih cogan lagi dari Rafa.
Sekolah ini lumayan besar.
Mungkin aku perlu mengelilingi sekolah ini untuk melihat-lihat. Aku tidak akan tersesat, karena aku mudah menghafal jalan.
***
"Rafa?" Kataku terkejut melihatnya. "Apa yang sudah terjadi padamu? Kamu .."
"Aku gak pa-pa, memangnya ada apa denganku?"
"Kamu tidak tau? Lihat tuh bibirmu berdarah, wajahmu biru. Kamu baru dikeroyok siapa?"
Aku kembali ke kelas. Rafa duduk di kursinya dengan wajah muram. Aku berlari menghampirinya.
"Aku hanya terjatuh!"
"Terjatuh? Mana mungkin terjatuh bisa dapat banyak luka seperti ini! Pasti sudah terjadi sesuatu!"
"Ini sudah biasa."
"Apa?"
Rafa melihatku sebentar, kemudian menghapus darah di bibirnya.
"Mereka kesal padaku karena aku lebih populer dikalangan cewek dari pada mereka. Mereka tidak terima itu dan memukuliku. Tapi, aku gak pa-pa. Jangan sampai orang lain terlibat. Aku tidak ingin merepotkan orang lain."
"Hah? Kamu gila ya? Lukamu banyak banget! Ayo, ikut aku sekarang!"
"Ke-kemana? Sebentar lagi pelajaran segera dimulai."
"POKOKNYA LUKA LO HARUS DIOBATI DULU! NANTI GUE AKAN BERITAHU GURU! SEBAIKNYA JANGAN MELAWAN DAN TURUTI APA YANG GUE SURUH!"
Aku menarik tangan Rafa keluar dari kelas berjalan menelusuri koridor menuju UKS. Aku emosi sampai pakai kata 'lo-gue'. Muka tampannya jadi belepotan merah-biru. Aku gak akan membiarkan mukanya ancur berantakkan.
"Sampai!" Kataku.
"Gak perlu, Fa! Aku gak pa-pa!" Kata Rafa sambil berusaha melepaskan genggaman tanganku. Aku menguatkan genggamanku.
"MASUK!"
***
Aku gak habis pikir kenapa Rafa cogan kayak gitu dimusuhin sama kaumnya sendiri. Menurutku, Rafa orang baik, gak cari gara-gara, dan gak pendendam ataupun iri pada orang yang punya muka cogan juga. Penasaranku semakin memuncak tidak tau akhir, kecuali Rafa bisa menceritakannya. Aku memang kepo, tapi aku mau tau apa awal dari masalahnya. Aku kan, temannya.
"Lyfa! Ada orang di luar! Bukakan pintunya!" Teriak Mama, kayaknya dari dapur.
Aku bangkit dari kasurku dan keluar dari kamar berjalan ke pintu utama. Aku melihat ke jendela lebih dulu, setelah tau siapa yang datang, aku pun membukakan pintu.
"Akhirnya kamu datang! Kamu harus dengarkan ceritaku tentang hari pertama di sekolahku hari ini!" Kataku tergesa-gesa.
"Kamu kenapa, Fa, jadi gini? Mukamu kayak lagi cemas gitu!"
"Arika, aku lagi serius! Cepat masuk dan aku akan memberitahumu sampai kamu ngerti!"
Masih ingat Arika? Dia sahabatku. Fanellia Arrikia Kabrana. Dulu kami satu SMP. Tapi, kami gak satu SMA. Dia sahabatku satu-satunya.
Sebelum itu, aku menelpon Arika untuk datang ke sini.
"Apa yang kamu bawa dari dalam tasmu itu?" Tanyaku.
"Oh," kata Arika sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. "Buku novelmu."
"Kamu sudah selesai membacanya? Bagaimana?"
"Seru," dia tersenyum. "Aku suka ceritanya, sangat menarik. Terima kasih sudah meminjamkannya untukku. Maaf lama."
"Ah, santai saja."
"Jadi, apa yang ingin kamu beritau?"
"Begini ..."
***
15 menit kemudian setelah aku bercerita ...
"Sepertinya dia gak mau orang lain mengetahui masalahnya. Aku juga penasaran kenapa dia disiksa seperti itu. Tapi, kalau dia tidak ingin orang lain terlibat masalahnya termasuk kamu, kamu diam aja. Lagi pula, itu bukan masalahmu dan tidak ada hubungannya denganmu. Sebaiknya kamu jangan ikut campur."
"Apa?" Tanyaku tidak terima ucapan Arika. "Kenapa aku tidak boleh ikut campur? Apa aku menghalanginya? Aku kan .."
"Untuk apa kamu ikut campur? Apa tujuanmu?" Potong Arika membuatku bisu. "Tapi, kamu boleh ngelakuin apa aja, aku hanya beri kamu kritik dari ceritamu barusan. Dia tidak mau orang lain terlibat, dan dia juga tidak ingin merepotkanmu dan tidak bisa melawan hinaan orang dan rasa sakit. Kalau kamu ingin melakukan sesuatu, aku ada ide."
"Sungguh? Apa itu?"
"Dengar baik-baik. Saat kamu ..."
***
Hari kedua di sekolah. Aku datang pagi-pagi karena jadwal piket kelas.
"Rafa!" Panggilku melihatnya ada di ambang pintu dan segera masuk ke kelas.
Dia menoleh melihatku tidak begitu bersemangat. Tapi, dia tersenyum.
"Hai," balasnya. "Sedang piket, ya?"
"Iya. Aku lebih suka datang lebih awal agar gak dapat tugas ngepel."
Dia tertawa. Aku tersenyum semanis-manisnya.
"Kamu tidak suka tugas ngepel, ya? Aku juga."
Kami tertawa sebentar, lalu aku melanjutkan menyapu lantai kelas.
Rafa meletakkan tasnya di meja, kemudian duduk. Aku meliriknya. Dia sedang merobek sebuah kertas di belakang buku tulisnya, mengambil pulpen, dan segera menuliskan sesuatu di kertas itu. Dia serius banget nulisnya. Emang dia lagi nulis apa, ya? 10 menit sudah aku menyapu lantai. Banyak siswa sudah berdatangan memasuki kelas membuat seisi kelas ramai. Siswa yang datang kena piket hari ini pun juga mengerjakan tugasnya.
"Lagi nulis apa, Raf? Eh, lukamu bagaimana? Apa masih sakit?"
"Hanya lagi nulis coretan karena gak ada kerjaan. Aku sudah baikan," Jawab Rafa sambil menyimpan kertasnya itu. "Lyfa, aku mau nanya."
"Apa?"
"Kenapa kamu peduli padaku?"
Aku membuka mata lebar-lebar melihat wajah Rafa sudah tidak kusut lagi.
"Gak ada alasan khusus. Hanya kesal aja lihat wajah tampanmu itu berantakkan. Harusnya kamu jaga tuh wajahmu baik-baik! Tuhan sudah baik banget beri kamu wajah cogan langka. Dirimu bisa membuat pribadiku yang dulu muncul lagi," jawabku tanpa berpikir.
"Hah? Pribadimu yang dulu? Emang kayak gimana?"
Astaga, aku keceplosan! Kalau aku ceritakan, dia bakal tau kalau aku ini dulu PLAYGIRL.
"Ah, aku tidak bisa cerita karena aku ingin melupakannya."
"Begitu. Tidak apa, aku tidak maksa, kok."
Dia orangnya gak bisa maksain orang melakukan sesuatu. Sudah kuduga, dia cogan yang banyak diidam-idamkan banyak cewek, karena dia baik.
"Makasih .. atas semua yang kamu lakukan padaku." Tiba-tiba dia berterima kasih.
"Apa yang sudah aku lakukan padamu?"
Dia terdiam seperti sedang berpikir.
"Salah satunya sudah menolongku kemarin."
"Oh .... sama-sama. Kalau kamu ada masalah, ceritakan saja padaku."
"Makasih, tapi aku gak punya masalah."
Dia berbohong sambil melempar senyum. Dia tersenyum, tapi di balik senyuman itu, dia sedang menahan sesuatu.
***
Bersambung ...
Tunggu special terakhirnya!^^


Profil dan Lainnya
Kisah sederhana dengan kombinasi romance tersembunyi membuat kisah ini terlihat ringan. Apa jadinya bila playgirl dengan playboy bersatu membentuk hubungan kasih?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Biarkan kami tahu kamu di sana... ;)