Selamat datang di Kumpulan Cerpen Remaja dan Anak! Silahkan mengunjungi satu per satu cerpen dari para penulis kami!
Bisa mulai ditelusuri dari Authors yang berisi profil kami, kemudian Become Author untuk mengirim karya atau pun menjadi penulis tetap. Melanjutkan atau malah langsung menuju Daftar Cerpen yang berisi cerpen terposting di blog lama maupun baru pun oke. Ada yang kurang? Tanyakan di Information. Berkelana sesuka hati saja, deh! Welcome!
Welcome to KCRdA weblog | take parcitipate with us | read stories | comment | send stories

Kamis, 14 April 2016

kuanggap ini seperti anak yang tersisihkan - Cerpen

kuanggap ini seperti anak yang tersisihkan
Karya Indri Gusti Dwinda Putri

Matahari mulai naik, hari sudah siang, Fifah belum juga bangun dari tempat tidurnya, ibunya berkali-kali memanggil tetapi, tak ada jawaban dari Fifah, ibunya kesal terhadap kelakuan Fifah yang selalu menyia-nyiakan waktu luang, apalagi hari libur.
“Bu.. Fifah mana?” tutur kakak
Fifah bertanya.
“Dia masih tidur Lif, emang dasar
tuh anak, nggak tahu diuntung, masa perempuan jam segini belum
bangun,” jawab ibu Fifah dengan
kesal.
“Sabar Bu, dia kan masih kecil,
perlahan-lahan pasti dia bisa
berubah, kan aku dulu juga begitu,” kata kakak Fifah dengan
lembut. “Kamu masih mendingan
laki-laki, dia perempuan, emang
mau jadi apa dia kalau udah
besar.” jawab ibu Fifah dengan
tegas. Kakak Fifah bernama Alif dia adalah
saudara laki-laki Fifah yang
umurnya udah 17 tahun ke atas,
sekarang kakaknya sudah bekerja
dan Fifah masih sekolah. Fifah
menganggap kalau kakaknya paling disayang oleh ibunya dibanding dia,
anehnya alif mempunyai sikap
seperti perempuan yang suka akan
kebersihan dan kerapian dan Fifah
sebaliknya, kemudian kakaknya
berkata kepada ibu Fifah. “Bu, biar aku yang bangunin Fifah,
mana tahu dia bangun.”
“Bangunin aja tuh Adek kamu,
palingan juga dia nggak bakalan.”
Alif atau kakaknya itu pergi ke
kamar Fifah, ketika dia membuka pintu kamar Fifah, kakaknya
langsung kaget melihat kamar Fifah
yang berantakan.
“Astagfirullahalazim Fifah, Fifah..
bangun, bangun udah siang.”
“Apaan sih, ganggu aja, masih ngantuk nih.” jawab Fifah dengan
bermalas-malasan, Fifah pun
bangun dari tidurnya.
“Apaan sih Kak, ganggu orang
tidur aja.” kata Fifah.
“Fifah.. coba kamarmu ini dirapikan seperti kapal pecah kalau
Kakak lihat.” jawab kakaknya. “Emang kalau kamar aku seperti
kapal pecah masalah gitu, nggak
kan? terus Kakak udah tahu kalau
kapal pecah itu seperti apa? atau
jangan-jangan Kakak nggak tahu,
hahaha,” kata Fifah tertawa terbahak bahak. “Kamu kenapa
ketawa, emang ada yang lucu?”
jawab kakaknya kepada Fifah. Fifah
langsung diam dengan seribu kata.
“Udahlah Kak, mendingan Kakak
ke luar dari kamarku, aku mau mandi,” kata Fifah mendorong
kakaknya untuk keluar.
“Nggak disuruh Kakak juga mau
ke luar,” jawab kakaknya.
Alif pun keluar dari kamar Fifah dan
menuju ke tempat ibunya. “Gimana Lif, udah bangun Adek
kamu?” tanya ibu.
“Udah Bu.” jawab Alif. Tak lama kemudian, Fifah ke luar
dan berkumpul dengan keluarganya
di ruang tamu. Fifah mempunyai
keluarga yang lengkap, tetapi,
ayahnya pergi bekerja dan setiap
akhir bulan, ayah Fifah pasti pulang, ketika Fifah mau berkumpul di
ruang tamu, semua
memandanginya, dan Fifah heran.
“Kenapa semua memandangiku,
emang ada yang salah?” tanya
Fifah heran. “Iya.. kamu emang salah,” jawab
ibunya.
“Emang salah apa?” tanya Fifah
pura pura nggak tahu kalau dia
udah bangun kesiangan.
“Sudah, sudah, nggak usah bertengkar, nanti jadi panjang
masalahnya.” kata kakak Fifah. Suatu hari, ketika Fifah mau
berangkat ke sekolah dan
kakaknya mau berangkat kerja,
ibunya mengajak anaknya untuk
sarapan pagi. “Alif, Fifah makan
pagi dulu,” kata ibu kepada anaknya.
“Iya Bu.” jawab kakanya.
Sedangkan Fifah langsung pamit
dengan ibunya untuk berangkat ke
sekolah dengan tergesa-gesa.
“Eh, eh…eh. Buru-buru banget, emang nggak sarapan dulu,” kata
ibu kepada Fifah.
“Nggaklah Bu, aku udah terlambat
nih.. ke sekolah.” jawab Fifah. “Makanya Fah, bangun itu pagi
pagi supaya nggak terlambat, ini
nggak, bagaimana mau terlambat
kamu aja sering begadang di depan
tv,” kata ibu nyolot.
“Betul tuh Bu.” jawab kakaknya. “Mmm, mulai lagi nih, pasti ada aja
setiap pagi yang diomeli tentang
aku, emang Kak Alif udah merasa
benar?” kata Fifah dengan raut
muka yang marah.
“Udah-udah berhenti, nggak usah lagi ribut, mendingan kamu Fah
cepat ke sekolah nanti gerbang
sekolah tutup,” jawab ibu dengan
sabar.
“Emang aku mau berangkat
sekolah, buang buang waktu aja bicara sama Ibu, pasti ujung
ujungnya Kak Alif juga yang
dibelain.” kata Fifah kesal, Fifah
pun langsung pergi ke sekolah dan
meninggalkan keluarganya. Waktu terus berlalu, Fifah pun
sampai ke sekolah, dia hampir
terlambat karena gerbang mau
ditutup, dan dia bergegas ke
kelasnya, tak lama sesudah itu dia
duduk di bangkunya, dan temannya kaget, “Sejak kapan kamu datang
Fah?” tanya temannya
“Sejak tadi,” jawab Fifah. Teman
sebangkunya itu bernama Nesa,
Nesa adalah orang yang cantik,
manis, dan baik. “Teng-teng-teng,” lonceng tanda
masukpun berbunyi, semua murid
masuk ke kelasnya masing-masing,
Pak Yudi masuk ke kelas 9-b, ya..
tepatnya kelas Fifah dan teman-
teman. “Pagi anak anak,” kata pak Yudi.
“Pagi Pak.” jawab murid kelas 9-
b.
“Baiklah, kita akan melanjutkan
pelajaran kemarin.” tutur Pak
Yudi, semua murid kelas 9-b mengikuti pelajaran dengan tertib. Waktu terus berlalu sampai ke
penghujung waktu, lonceng tanda
pulang pun berbunyi, semua
berhamburan ke luar untuk pulang,
termasuk Fifah, Fifah kelihatan lesu,
dan Fifah pulang ke rumah diantar Nesa pakai motor. “Kamu kenapa
Fah, dari tadi aku lihat kamu
melamun aja, emang ada
masalah?” tanya Nesa.
“Gini Sa, aku bingung dengan
keluargaku, setiap pagi pasti ada aja masalah yang diributkan
keluargaku,” jawab Fifah.
“Tentang kamu?” tanya Nesa.
“Iya.. siapa lagi kalau bukan aku,
kalau kakakku nggak bakalan,
soalnya Kak Alif kan anak kesayangan Ibuku, aku kan jadi
merasa tersisihkan,” jawab Fifah
dengan hati yang sedih.
“Kalau bagiku, Ibumu bakalan
marah kalau kamu berbuat
kesalahan,” kata Nesa dengan penuh nasihat.
“Iya sih, Ibuku paling benci kalau
aku bangun kesiangan,” jawab
Fifah.
“Mungkin itu sebabnya Ibumu
marah,” tutur Nesa. “Oh…” jawab Fifah. Tak lama kemudian, mereka
sampai ke rumah, Nesapun pamit
ke Fifah untuk pulang.
“Fah, aku pulang dulu ya,”
“Iya.. hati-hati di jalan, awas
keinjak semut,” jawab Fifah menggoda Nesa.
“Yoi…hahaha,” kata Nesa
tertawa terbahak-bahak. Tak lama sesudah itu Fifah masuk
ke rumah.
“Assalamualaikum,” salam Fifah.
“Waalaikumsalam,” jawab ibu
Fifah yang sedang masak di dapur.
“Bu.. Kak Alif udah pulang apa belum?” tanya Fifah.
“Belum, emang kenapa, mau
ngapain kamu dengan Kak Alif?”
kata ibu Fifah.
“Emang nanya nggak boleh,”
kata Fifah. “Kamu ini Fah, kalau nggak ada
Kak Alif pasti ditanya, coba kalau
ada pasti bertengkar aja
kerjaannya.” jawab ibu kepada
Fifah. Tak lama kemudian hari juga sudah
sore, kakak Fifah pulang dengan
keadaan yang lelah, ibu Fifah
langsung menyambut kakaknya
dengan lembut. “Eh.. anakku
pulang, makan dulu sana,” kata ibu kepada kakaknya Fifah, Fifah
melihat pembicaraan ibu dan
kakanya, Fifah pun langsung
menyanggah pembicaraan mereka.
“Kalau Kak Alif pulang pasti di
sambut, coba kalau aku, muka murung aja yang dipakai, dan nggak
pernah digituin” kata Fifah marah
sama keluarganya.
“Oh.. iya dong, Kak Alif kan anak
kesayangan Ibu,” jawab ibunya
cuma bercanda, bercanda itu menjadi peristiwa kacau. “Oh..
emang aku nggak anak kesayangan
Ibu, atau aku nggak dibutuhkan lagi
di rumah ini, itu namanya pilih
kasih, jangan-jangan aku bukan
anak kandung Ibu,” kata Fifah dengan lontaran yang pedas. “Ah..
udah-udah Fah, nggak ada yang pilih
kasih di rumah ini, kita semua
sama.” kata kakak Fifah dengan
tegas, keadaan rumah itu semakin
kacau. Tak lama kemudian, ayah Fifah
pulang dari tempat kerjanya, ayah
Fifah heran, kenapa ada keributan
di rumah ini, dan ibu Fifah langsung
menceritakan kejadian tadi,
sesudah mendengarkan penjelasan tadi, ayah Fifah langsung menasihati
Fifah. “Fah, kita itu nggak ada
yang pilih kasih, kita sama, sama
rata, yang Ibu maksud itu kamu
masih SMP dan butuh banyak
peraturan supaya kamu mandiri di kala besar, sedangkan Kakakmu
sudah punya pekerjaan, jika dia
pulang dari tempat kerja, pasti dia
lelah dan butuh banyak istirahat,
seperti Ayah ini, kamu percaya
nggak Kak Alif dulu, waktu SMP parah lagi peraturannya.” “Oh.. maafkan aku Bu, maafkan
aku yah, dan maafkan aku Kak, aku
hanya memikirkan egoku saja,”
kata Fifah menangis. “Kamu juga
Bu, bercanda itu jangan
berlebihan,” kata ayah Fifah. “Iyaa, yaa… Ibu minta maaf ya
Fah.” kata ibu meminta maaf.
Dan akhirnya permasalahan itu
selesai dan keluarga Fifah menjadi
keluarga bahagia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Biarkan kami tahu kamu di sana... ;)