pelabuhan lain
Karya safrizal
Pernah ku sangat yakin dengan kata-katamu,"kita memang di takdirkan untuk menaiki kapal yg berbeda tapi menuju pelabuhan yg sama, hanya keyakinan yg akan melawan terjangan ombak laut yg menghadang laju kapal kita masing-masing, agar bisa sampai pada tujuan yg sama". Kini kata-kata ini tinggallah angan, kenyataannya kapalmu kini berlabuh di pelabuhan lain.
Siang itu sinar mentari begitu terik, dan mungkin panasnya bisa membuat seekor ayam hidup menjadi ayam panggang yg siap saji, tapi panas mentari siang itu tak terasa oleh kulit-kulit kami, mungkin karena saking senangnya kami hari itu. Hari itu adalah hari kelulusan kami, hari dimana hasil dari belajar kami selama tiga tahun di SMA terbayar lunas dengan predikat lulus, perasaan sedih akan berpisah dengan kawan-kawan, dan berpisah dengan guru-guru kesayangan, semuanya tertutupi oleh kegembiraan. Seperti pada umumnya, kami merayakan hari itu dengan bersuka-ria, coret-coret baju, saling tukar barang untuk kenang-kenangan, dsb. Ketika aku sedang coret-coret baju teman tiba-tiba,
"Po". Terdengar suara Ida memanggilku dari belakang. Dia adalah kekasihku kami berpacaran sejak kelas xi, "Popo" adalah panggilan sayangnya untukku, dia wanita yg anggun, berparas cantik, berkulit putih, tingginya 167cm, badannya tidak terlalu gemuk juga tidak terlalu kurus(ideal), tapi yg membuatku tertarik padanya bukan itu, melainkan kepribadiannya yg baik.
"Iya pi(panggilan sayangku untuknya)". Jawabku dengan membalikkan badan.
"Ikut aku sebentar yuk, aku mau ngomong sesuatu, penting!!". Katanya sambil menarik tanganku.
"Mau ngomong apa sih? serius amat". Tanyaku dengan santai sembari mengikuti tarikkan tanggannya yg membawaku ke belakang gedung sekolah.
"Po, orangtuaku ingin aku nglanjutin kuliah di Belanda". Suaranya terdengar cemas. Dia anak yg cerdas, juga berasal dari keluarga yg terpandang, tak ayal kalau kluarganya ingin yg terbaik untuknya.
"Bagus kan, kamu bisa menggapai cita-cita kamu disana". Jawabku dengan santai.
"Kamu kog santai gitu sih, emang kamu udah nggak sayang lagi sama aku?". Suaranya sekarang terdengar sedikit emosi.
"Bukan begitu pi, aku sayang banget sama kamu, tapi ini kan kemauan orangtuamu, mereka pasti ingin yg terbaik buat kamu, mana ada sih orangtua yg nggak ingin melihat anaknya bahagia". Jelasku padanya agar ia tag lagi cemas.
"Aku nggak mau jauh dari kamu po, aku ingin selalu bersamamu, karena cuma kamu yg bisa membuatku bahagia". Suaranya terdengar lirih dengan diiringi matanya yg mulai lembab.
"Pi dengarkan aku!, turuti saja apa kemauan orangtuamu, gapailah apa yg telah kamu inginkan selama ini, yakinlah kalau aku disini akan selalu setia menunggumu". Tengasku untuk meyakinkannya.
"Tapi po?".
"Nggak ada tapi-tapi".
"Baiklah po, aku akan turuti kemauan orangtuaku, tapi kamu janji harus setia, jaga hati, jaga diri, juga jaga cintaku!". Katanya padaku.
"Iya iya, percaya deh sama aku!, tapi kamu juga harus ngelakuin hal yg sama di sana!".pintaku padanya.
"Ok popoku sayang".
***
Satu bulan, empat minggu, enam hari, dua puluh tiga jam setelah kelulusan kami, Ida terbang ke Belanda, sebelum ia berangkat kami tak sempat untuk bertemu dan mengucapkan kata-kata perpisahan, karena aku telah memulai perjuangan untuk menggapai cita-citaku di salah satu perguruan tinggi Surakarta, hanya pesan singkat darinya yg mengiringi keberangkatannya " kita memang di takdirkan untuk menaiki kapal yg berbeda tapi menuju pelabuhan yg sama, hanya keyakinan yg akan melawan terjangan ombak laut yg menghadang laju kapal kita masing-masing, agar bisa sampai pada tujuan yg sama". Kata-kata itu memberikan motifasi kepadaku untuk lebih giat dalam belajar, agar aku bisa mencapai cita-citaku dan pantas untuk berlabuh di pelabuhan yg sama dengannya.
***
Hari demi hari pun berlalu, bulan pun tlah berganti bulan, sampai akirnya menjadi tahun-tahun yg sunyi tanpa kehadirannya. Kuliahku telah memasuki semester akhir, Ida pun juga sama, dari facebooklah kami saling bercerita tentang kehidupan kami masing-masing, katanya dia juga sedang menyelesaikan sekripsinya, dan pada saat itu, dia bilang kalo dia butuh konsentrasi penuh untuk menyelesaikan sekripsinya, dia minta padaku agar aku tak lagi menghubunginya untuk sementara waktu, setidaknya sampai sekripsinya selesai, aku pun mencoba berpikir positive, toh aku juga dalam keadaan yg sama, dan itu menjadi pembicaraan kami yg terakhir.
Selama masa sekripsi aku bisa sedikit berkonsentrasi, aku bisa menahan diri untuk tidak menghubunginya, karena aku takut mengganggunya, tapi aku tak bisa menepis bayang wajahnya yg selalu hadir dalam lamunanku juga dalam mimpiku, dan menghantui setiap langkahku.
***
Sering aku teringat masa dimana kami pertama kali bertemu, di bangku taman sekolah aku pertama kali mengenalnya, waktu itu dia sedang membaca buku sendirian, aku menghampirinya, mengulurkan tanganku dan menyebutkan namku.
"Namaku Bimo, boleh ku tau nmamu?". Itulah kalimat pertama yg ku ucapkan. Dia membalas uluran tanganku dan menyebutkan namanya.
"Nama saya Ida".
Dari pertemuan itu kami jadi sering ngobrol berdua, aku pun jadi tau kalau kami mempunyai banyak kesamaan, dia juga anak yg asik, dewasa, dan selalu berpikiran positive,dari situlah mulai tumbuh rasa cinta dalam hatiku, karena dimataku dia seseorang yg bisa memahamiku. Suatu saat waktu jam istirahat, aku mencoba memberanikan diriku untuk menyatakan perasaanku padanya, ku ajak dia ke taman sekolah, kami duduk berdua di bangku taman, kutatap kedua bola matanya yg indah, dia menatapku dengan heran, dan dengan penuh keyakinan aku mengungkapkan perasaanku padanya, dan ternyata dia juga merasakan hal yg sama, kami akhirnya berpacaran, bangku taman sekolah menjadi saksi pertemuan kami, juga saksi bersatunya cinta kami.
***
Ketika sebuah angan-angan telah tercapai, rasa bahagia di dalam hati sungguh tak terkira, mungkin kalo di fisualkan seperti saat seorang anak kecil yg sedang bermain hujan-hujanan dan berlari-lari kecil mengelilingi taman dengan senyum yg tak akan pernah luntur dari wajahnya, meskipun telah disiram air hujan. Seperti itulah yg aku rasakan saat perjuanganku untuk menggapai cita-citaku telah sukses. Aku lulus dengan nilai yg memuaskan, dan aku juga di terima bekerja di salah satu perusahaan industri besar di Surabaya, sekarang aku merasa bahwa aku telah cukup pantas untuk berlabuh bersama Ida, berlabuh di sebuah ikatan yg di sebut pernikahan. Tapi sayangnya, setelah pembicaraan terakhir kami di facebook, tak pernah lagi ada kabar darinya, pikiranku terus beradu antara tetap positive dan kadang terselebat pikiran negative, sampai suatu ketika kumelihat satatus baru di akun facebook miliknya yg berisi"15th mey, I will come back Indonesia". Melihat status tersebut aku langsung berinisiatif untuk menjemputnya di bandara.
***
Hiruk pikuk orang yg hilir mudik di bandara membuat pusing kepalaku. Tiga jam, dua puluh menit, limapuluh tujuh detik aku duduk di lobi bandara menanti dantangnya Ida, dengan penuh kesabaran aku terus menanti kedatangannya. Beberapa menit kemudian, terdengar suara seorang wanita dari microfon yg menggema mengisi seluruh ruangan di bandara, wanita tersebut berbicara dengan bahasa inggris kemudian di translate ke bahasa indonesia, dia berkata jika pesawat dari Belanda akan segera mendarat, hatiku merasa seperti taman bunga yg di penuhi kupu-kupu ketika mendengar kata-kata itu. Ketika taman bunga yg indah di datangi sekelompok domba yg kelaparan, pasti taman tersebut akan menjadi sebuah tanah lapang yg hanya tinggal batang-batang bunga yg kehilangan mahkotaya. Itulah rasa hati saat aku melihat Ida berjalan dengan seorang laki-laki, laki-laki itu tampak seperti orang Asia, mereka berjalan keluar dari bandara dengan bergandengan tangan, aku mengikuti mereka sampai halaman bandara, ku hampiri mereka,
"Da". Ku panggil Ida, dia hanya menoleh saja tanpa mengucapkan sepatah katapun kepadaku, terlihat dari tatapannya dia kaget waktu melihatku.
"Dia siapa?". Tanyaku padanya, tapi dia tetap diam saja.
"Jawab pertanyaanku Da!". Akhirnya ku bentak dia dengan suara yg lumayan keras, mungkin seperti suara petir yg menyambar sebuah pohon di ujung bukit.
"Maaf, Mo aku sudah menemukan yg terbaik untukku, kita sampai sini saja!". Suaranya terdengar sedih, tapi kata-katanya terlihat seperti tak ada sebuah penyesalan. Kemudian mereka pergi.
Tak ku sangka beginilah akhir dari semuanya, selama enam tahun ku menjaga hati ini hanya berakhir dengan sia-sia, kata-katanya yg indah ternyata hanyalah sebuah kata-kata manis yg tak berarti apa-apa, juga sekian lama ku menunggu dan berusaha membuat diriku layak untuk menjadi pelabuhanya, tak ada gunanya, kenyataanya dia malah berlabuh di pelabuhan lain.
Profil dan Lainnya
Kalau mau tau yg lengkap tentag gue, kunjungi randigeong.blogspot.com
Selamat datang di Kumpulan Cerpen Remaja dan Anak! Silahkan mengunjungi satu per satu cerpen dari para penulis kami!
Bisa mulai ditelusuri dari Authors yang berisi profil kami, kemudian Become Author untuk mengirim karya atau pun menjadi penulis tetap. Melanjutkan atau malah langsung menuju Daftar Cerpen yang berisi cerpen terposting di blog lama maupun baru pun oke. Ada yang kurang? Tanyakan di Information. Berkelana sesuka hati saja, deh! Welcome!
Minggu, 14 Februari 2016
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Biarkan kami tahu kamu di sana... ;)