Selamat datang di Kumpulan Cerpen Remaja dan Anak! Silahkan mengunjungi satu per satu cerpen dari para penulis kami!
Bisa mulai ditelusuri dari Authors yang berisi profil kami, kemudian Become Author untuk mengirim karya atau pun menjadi penulis tetap. Melanjutkan atau malah langsung menuju Daftar Cerpen yang berisi cerpen terposting di blog lama maupun baru pun oke. Ada yang kurang? Tanyakan di Information. Berkelana sesuka hati saja, deh! Welcome!
Welcome to KCRdA weblog | take parcitipate with us | read stories | comment | send stories

Minggu, 14 Februari 2016

NaSha - Cerpen Remaja

NaSha
Karya Atikah Nabila

 Aku melangkah dengan perlahan berharap agar tidak menabrak sesuatu. Aku meneguk air dengan kasar berharap dengan tertelannya air ini, rasa pahit yang kualami juga tertelan tetapi aku salah rasanya masih terasa, bahkan sangat jelas diotakku. Aku kembali kemamarku dan merebahkan badanku di ranjang yang sudah lusuh itu.
“Sudah dua tahun” bisikku.
Kenapa hidup sepahit ini? Tidak bisakah aku melihat wajahnya? Aku ingin walau hanya sebentar. Umurku sudah memasuki usia dewasa bulan depan aku akan berulang tahun. Dan disaat itu Paman sudah berjanji akan memberikannku Sim. Dan setelah itu aku ingin mencarinya..


***
Melihat sunrise dipagi hari sangat menyenangkan, sebagian orang mengatakan jika engkau melihat matahari terbit hari-hari yang kau lakukan akan beruntung tetapi tidak bagi lelaki berkumis tipi itu. Lelaki itu membuka jendela kamarnya duduk dijendela, memperhatikan matahari terbit adalah hobbynya, hampir setiap hari ia melihat sunrise tetapi hari yang dilewatinya tidak beruntung. Bodohnya aku yang sudah mempercayai omongan bullshit itu. Tentu saja yang dikatakan orang-orang bodoh itu adalah mitos. Aku akan percaya omongan itu jika hari ini aku bertemu dengannya! Suara pintu terbuka seseorang baru saja masuk mengacaukan lamunan Natan. Lelaki paruh baya itu meletakkan mangkuk yang berisi bubur di meja dekat tempat tidur Natan. Ia mendekati Natan menatap matanya, bola matanya tidak terbaca bagi yang belum mengenalnya. Ia tau apa yang sedang dipikirkan Natan saat ini.
“Sedang memikirkannya kan?”
Natan menoleh dan melihat Pamannya sedang berdiri menatap sunrise juga. Pamannya selalu tau apa yang sedang dipikirkan dirinya. Seperti pesulap.
“Hari ini aku akan berjalan-jalan, aku harap kau tidak menungguku” Natan mengambil mangkuk bubur dimeja dan melahapnya sampai habis. “Lagi”. Sambungnya.
“Mau kemana?”
Natan menghentikan makannya dan menatap Pamannya. “Aku tidak tau, aku mau ganti baju”
Paman Natan menyerngitkan kening lalu keluar dari kamar Natan. Setelah Pamannya menutup pintu Natan langsung menganti bajunya. Ia masih tidak tau harus kemana. Kalau dirumah saja ia bisa gila.
“Haruskah aku ke tempat itu lagi?”
***

Natan memberhentikan sepedanya, saat menatap tempat itu terbayang bayangan mereka berdua. Saat semuanya masih baik-baik saja, saat mereka tertawa tanpa beban, saat mereka tidak pernah berpikir kalau masa itu akan berakhir. Ah sungguh ironis..


*FlashBack*

Natan mengayuh sepedanya dengan kecepatan maksimum tidak memperdulikan keringatnya yang sudah bercucuran. Ia tidak mau kalah dengan yang didepannya. Alisha memang tidak bisa dikalahkan lihat saja ia sudah mencapai Finishnya sedangkan Natan masih setengah perjalanan. Akhirnya Natan mengalah karena memang ia sudah kalah.

“Apa kau gak bisa membiarkanku menang?” protes Natan saat sudah didekat Alisha.
Alisha tersenyum lebar. “Temenan sih temenan tapi kalau soal lomba aku gak mau kalah dong” Alisha meleletkan lidahnya. Natan hanya menghela nafas kalau saja Alisha itu cowok pasti ia sudah membogemnya tapi sayangnya ia cewek huff.. .
“Ini sudah ke10 kalinya kau menang, apa kau tidak bosan menang terus?” ucap Natan sambil menerima saputangan yang baru diterimanya dari Alisha.
“Baiklah, mungkin besok aku harus pura-pura mengalah, tapi ada syaratnya”
“Apa?”
Alisha tampak berpikir. “Syaratnya aku kasih tau besok”
Natan memasang muka cemberut. Mereka berdua berbaring di rerumputan, entah sejak kapan mereka menemukan tempat ini, tempat yang indah , suasana yang nyaman mereka menamakan tempat itu “NaSha” mereka mengambil nama itu dari cuplikan nama mereka berdua. Langit sore memang indah apalagi saat melihat matahari tenggelam dan itu adalah hobby mereka.
“Hei Nat, lihat ada bintang disaat sore seperti ini” ucap Alisha sambil menunjuk cahaya yang menyerupai bintang. “Apa zodiakmu Nat?”
Natan menyerngitkan kening, padahal ia sudah memberitahu Alisha apa Zodiaknya, dasar Alisha pelupa! “Leo” ucap Natan tanpa basa basi.
“Ini bulan Juli berarti itu bintangmu Nat.”
“Terus?”
“Apa kau tidak mau membuat harapan? Kata orang jika kau melihat Zodiakmu kau harus membuat harapan dan denger denger sih harapanmu akan di kabulkan.”
Natan masih diam, ia bingung apa yang ada di otak Alisha? Kenapa ia percaya dengan omongan orang-orang bodoh itu? Bukankan itu hanya mitos? Oh ayolah.
Alisha mengubah posisinya menjadi telungkup. “Jadi kau tidak mau? Ayolah Nat”
Dan kenapa Alisha memaksaku?. “Baiklah” Kalau bukan karena Alisha aku tidak akan mau. Natan menutup matanya sesaat kemudian ia membuka matanya.
“Udah?”
Natan mengangguk.
“Nat”
“Hm?”
“Kalau suatu hari aku tidak ada apa yang kau lakukan?”
Natan mencerna tiap kata yang diucapkan Alisha. “Kau mau pergi?”
“Aku tidak bilang begitu”
“Aku tidak tau, mungkin aku akan menunggumu pulang” Natan menghela nafas. “Karena aku belum menyerah untuk menang.”
Alisha mengubah posisinya lagi menjadi duduk. “Kalau kau besok sudah menang, dan tiba-tiba aku pergi? Apa kau akan tetap menunggu?”
Natan juga mengubah posisinya menjadi duduk. “Al, kau tidak akan pergi kemana-mana”
“Tapi bagaimana jika aku pergi?”
“Cukup Al! kalau kau pergi aku tidak akan mengizikanmu, dan kalaupun sudah terlanjur aku akan mencarimu. tapi aku mohon Al .. tetaplah bersamaku menjadi teman hidupku..”
Teman? Apa kau Cuma mengangapku Teman Nat? apa hanya teman? Seandainya Alisha berani mengungkapkan itu, seandainya ia berani bilang kalau ia menyayangi Nantan sepenuhnya.
“Teman” Ucap Alisha dengan nada tinggi sambil menunjukan jari kelingkingnya dan disahut oleh Natan.
“Sudah sore, Apa kau tidak mau pulang?“ Ucap Alisha
***

Jarak rumah Natan Alisha Cukup jauh, mereka berhenti dirumah Natan. Dan itu berarti Alisha harus pulang sendiri. Seandainya Natan berani ia pasti akan mengantar Alisha pulang. Mereka bertatapan. Entah setan mana yang lewat Alisha mencium pipi Natan sekilas dan berlalu meninggalkan Natan yang masih bengong. Natan sangat terkejut lalu ia tersadar.
Sambil mengencangkan suaranya Natan berkata. “Alisha sapu tanganmu ketinggalan.”
Ini pertama kalinya Natan memanggil Alisha dengan nama aslinya. Alisha tersenyum dan membalikkan badannya. “Ambil saja, aku masi ada 10 yang seperti itu.” Dan Alisha menyanguh sepedanya. Natan terbengong lagi, entah kenapa senyum Alisha tadi tampak begitu .. Manis..
Natan masuk kedalam rumah. Terlihat paman Natan sedang menunggunya untuk makan malam.
“Cepat bersihkan badanmu, aku sudah lapar.”
Kebiasaan paman suka menunggu, kalau lapar ya makan duluan saja. Seandainya Natan berani bilang begitu. Natan masih memegang sapu tangan Alisha, aroma jeruk yang sangat tenang mengingatkannya pada Alisha. Oh shit kenapa jantungku berdebar saat memikirkan senyumnya?.
“Hei aku tidak menyuruhmu senyum” sewot paman Natan yang sudah kelaparan.
Bukannya mandi Natan malah duduk dikursi yang berhadapan langsung dengan pamannya.
“Apa yang kau katakan saat menembak bibi?” dasar Natan yang tidak tau sopan santun.
“Aku akan memberitahumu kalau kau memanggilku paman bukan kau.”
“Oh, baiklah paman, sekarang katakan.”
“Sebaiknya kau mandi sebelum aku kehilangan selera makan karena baumu.”
Natan merengut, oke dia memang tidak bisa membantah pamannya. Sebaiknya ia mandi.
Akhirnya Natan selesai mandi.
“Oke, sekarang katakan”
“Sebaiknya kita makan dulu.”
Sekali lagi Natan merengut, ia makan dengan lahap karena memang ia sudah lapar. Masakan Pamannya memang sangat enak lihat saja Natan sampai makan dua kali!
Akhirnya makan malam sudah selesai.
“Sebaiknya kita bicarakan ini nanti, karena paman mulai mengantuk, dan jangan lupa kau bereskan ini semua.” Ucap Paman Natan tanpa memperdulikan wajah Natan yang kecewa. Emang apa sih yang Paman ucapkan saat menembak Bibi?.
Setelah Natan membereskan semuanya ia mulai tidur.

***
“Ma, mama gak bisa gitu dong Alisha udah gede ma, Alisha tau apa yang terbaik untuk Alisha ma.. Pokoknya Alisha gak mau pindah dari sini.!” Ucap Alisha.
“Alisha, sejak kapan kamu jadi melawan gini? Pokoknya keputusan mama udah bulat. Mau gak mau terima gak terima kamu tetap pindah!”
Oh god apa yang ada dipikiran mama saat ini? Dan kenapa mama ngajak pindah mendadak gini. Dan pindahnya itu lusa!
“Alisha ini demi kebaikan kamu sayang, mama kamu gak mungkin mindahin kamu gitu aja tanpa alasan yang jelas” sambung Ayah Alisha.
Alasan? Apa coba alasan kalau bukan mau berobat ketempat yang lebih baik, emangnya disini gak bagus apa? Sayangnya kalimat itu nyangkut ditenggorokan Alisha.
Alisah tidak menjawab lagi ia pergi kekamarnya, Alisha menutup pintu kamarnya dengan keras kakinya sangat lemas air mata mulai membasahi pipinya. Untungnya tangisan Alisha tidak bersuara. Alisha mencari-cari sapu tangannya, ah Natan, sapu tangannya kan sama Natan seandainya ia memiliki 10 saputangan seperti itu. Alisha membasuh wajahnnya dengan air berharap agar air mata ini berhenti tetapi tidak ia malah makin mengalir dengan deras. Alisha menatap cermin dididepannya.
“Lo ngapain nangis bodoh!” ucap Alisha kepada bayangannya yang ada dicemin.
Sesaat ia melihat bayangan Natan dicermin. “Seandainya kamu disini Nat, apa yang kamu bilang?” ah lagi-lagi ia memikirkan Natan. Natan lah alasan kenapa Alisha tidak mau pindah. Alisha sangat nyaman dengan kota ini. Dan ia sudah capek berpindah pindah susah saatnya ia menentukan sendiri pilihannya. Tapi apa Mama mau dengar? Apa Mama mau nurutin permintaan aku? Ah aku punya ide, kali ini Mama pasti mau dengerin aku. Lamunan Alisha pecah karena getaran handphonenya. Ia membaca pengirim pesannnya. “Natan Gumamnya” Alisha membalas pesannya.
“Mungkin besok akan jadi balapan terakhir kita Nat.”
Alisha memutuskan untuk tidur sebelum tidur ia berdoa. “Tuhan jika kami diciptakan untuk bersama maka kami akan dipersatukan suatu saat nanti. Selamat malam Nat.”

***
Natan baru saja sampai dengan sepedanya. Ia datang terlalu pagi padahal ia berjanji pada Alisha untuk bertemu jam 9 dan ini masih jam 6. Natan memang tidak suka menunggu bukan ia memang tidak suka menunggu tetapi kalau menunggu Alisha ah entahlah.., Natan mengeluarkan secarik kertas tampaknya kertas itu sudah lusuh. Natan membaca tulisan itu berulang kali berharap agar ia hapal pada teks yang ia buat sendiri . Natan membaringkan tubuhnya lalu ia terlelap.
Gadis berambut panjang itu baru saja sampai dengan sepeda kesayangannya. Ia berjalan mendekati pemuda yang tampaknya sedang tertidur pulas. Alisha tersenyum saat melihat Natan tidur sangat damai. Hati Alisha perih saat ia melihat wajah Natan dan disaat itu juga Alisha membayangkan kalau sebentar lagi ia tidak akan pernah melihat wajah itu lagi. Tanpa sadar Alisha menitikan air mata. Saat menyadari Natan terjaga dari tidurnya Alisha menghapus air matanya.
“Kenapa tidak membangunkanku?”
“Aku tidak mau menganggumu tidur, hei apa kau begadang? Kalau tidak kenapa kau tidur disini?”
Natan hanya tersenyum. Lalu ia mengubah posisinya menjadi tidur Natan masih menyesuaikan matanya dengan cahaya matahari yang masih terlihat seperempat tepat didepannya. Natan melihat ekspresi Alisha seperti ada sesuatu. Tapi apa? Natan mengelus rambut Alisha yang memang panjang membuat Alisha bengong.
“Hari ini kau harus mengalah dariku”
“Aku tidak mau, karena kau belum memenuhi syaratku”
“Kan kau belum memberitahuku bodoh.”
Alisha menatap matahari didepannya. “Jumpain aku disini besok jam 9 ingat jam 9! jangan datang kelamaan dan jangan datang kecepatan. Jam 9 pas kau harus disini.”
Sejujurnya Natan sangat tidak suka dibuat penasaran seperti ini. Emang kenapa tidak sekarang saja memberitahunya? Dasar cewek aneh. “Baiklah, bisa kita mulai balapannya? Dan ingat tidak usah mengalah karena kali ini aku pasti menang!” ucap Natan percaya diri.

Alisha mengayuh sepedanya dengan kecepatan maksimum. Ia masih tidak percaya kalau Natan sudah melapauinya dan ia tidak mau kalah. Alisha mengayuh sepedanya kali ini lebih cepat dari sebelumnya. Alisha mengayuh sepedanya dengan berpikir ia tidak mau balapan terakhir ini ia sia-siakan dengan mengalah. Yaa ini yang terakhir sebentar lagi ia akan meninggalkan ‘Nasha’ ia akan meninggalkan semuanya. udara, suasana ia suka semua dikota ini makanannya dan yang membuat tempat ini sepesial karena ada Natan. Kenapa penyakit ini harus nginap ditubuhnya? Sungguh aku ingin bersama dengan Natan, aku ingin menghabiskan seluruh waktuku bersama Natan. Entah sejak kapan aku menyukainya aku menyukai senyumnya, baunya dan suaranya. Aku suka semua tentangnya. Dan besok aku harus pergi ya mama sudah mengabulkan permohonanku. Akhirnya Alisha meneteskan air matanya lagi dan lagi. Keringatnya sudah bercampur dengan air matanya. Alisha memperpelan kayuhannya pada sepedanya. Diujung sana Natan sudah bersorak gembira dan mengejek Alisha. Alisha mendekati Natan.
“Kau sudah lihat kan? Siapa yang lebih hebat”
“Kau baru sekali menang sudah sombong sekali. Baiklah kau menang”
Natan tampak seperti berpikir. “Aku lupa membawa saputanganmu apa kau punya yang lain?”
“Aku tidak membawa sapu tangan hari ini”
“Al.. aku ingin mengatakan sesuatu”
“Apa?”
Natan berpikir sejenak. “Eh gimana kalau kita balap ulang dan kali ini kita tukaran sepeda.”
“Oke”
Natan mendekati sepeda Alisha dan ditubuh sepeda itu ada tulisan “Nasha Forever” tulisan itu ditulis dengan spidol permanen. Natan tersenyum.
Pagi itu mereka menghabiskan waktu berdua. Mungkin itu yang terakhir kalinya.
Akhirnya Natan sudah puas dengan kemenangannya yang ke3. Natan tidak habis-habisnya mengejek Alisha karena kekalahannya. Oke sudah cukup main-mainnya sekarang Natan harus mengungkapkan semuanya, ia ingin Alisha tau isi hatinya. Tapi Natan belum ada persiapan jadi Natan memutuskan untuk mengungkapkannya besok.

***
Alisha baru saja memakirkan sepedanya dipekarangan rumah. Besok ia akan pindah meninggalkan semua yang ada di kota ini, Kalau diberi pilihan ia akan memilih untuk menetap disini untuk waktu yang lama. Ya mau gimana lagi Mama udah nurutin permintaan aku.
“Ma” sahut Alisha
“Apa sayang?” jawab Mama Alisha yang sedang menonton bedua dengan Ayahnya. Jujur Alisha sangat senang melihat adegan romantis yang sedang terjadi didepan matanya. biasanya bukan adegan romantis seperti ini tetapi action yang selalu terjadi apalagi saat Ayah sudah bermain kasar. Tapi karena permintaan Alisha semua kembali normal seperti dulu. Kalau ditanya ia akan memilih keluarga atau Natan jujur ia tidak akan menjawab, itu adalah pertanyaan yang sulit baginya. Tetapi Alisha sudah memutuskan untuk memilih Mama dan Ayahnya asalkan mereka tidak jadi cerai. Tuhan selalu menyatukan setiap manusia tapi kenapa manusia selalu memisahkan apa yang disatukan Tuhan?
Tiba-tiba saja keringat Alisha bercucuran, napasnya sesak sangat sesak Alisha menghirup udara ia membutuhkan pasokan udara lebih. Oh God apa yang terjadi lalu terdengar sayup-sayup suara, itu suara Mama yang panik dan Ayah yang sedang menelpon Dokter Kim. Lalu semuanya terdengar sayup-sayup aku mendengar suara Dokter Kim dan ia bilang kalau aku harus segera operasi dan Mama menangis. Kemudian aku tersadar.
“Kamu mau kemana sayang?” ucap Mama Alisha saat menyadari Alisha bangkit menuju pintu keluar.
“Aku mau ke NaSha Ma”
Mama Alisha menyerngitkan kening tanda bingung. Hanya Natan dan Alisha yang tau apa itu NaSha. “Nasa, teman kamu Al?” Mama Alisha masih berantakan menyebutkan nama NaSha.
“NaSha itu tempat terbaik dikota ini Ma, sekali ini aja Ma”
“Tapi Mama yang nemenin ya” Mama Alisha selalu menuruti apa yang diminta Alisha kalau tidak ia harus siap melihat anak bungsunya itu terkena serangan jantung lagi.

Sesampainya di NaSha Alisha melihat secarik kertas yang sudah lusuh ia mengambilnya lalu membaca isinya. Ia tidak mengenal tulisan penulis di kertas tersebut tetapi namanya tertera disana serta ada kalimat yang dicoret. Alisha mendekatkan matanya kekertas itu di kepala kertas itu ada inisial ‘Nasha Forever’ itu seperti kalimat yang dituliskan Alisha pada sepedanya.
‘Apa ini Natan?’ sekali lagi Alisha menitikan air mata karena belum percaya kalau Natan juga menyayanginya. Dan itu sudah terlambat karena besok ia akan pergi.
Udara malam sangat menyejukkan bintang bintang bergantungan di langit dan bulan yang terlihat lebih dekat malam itu. Alisha memutuskan untuk pulang karena ia harus bangun cepat besok.

***

Matahari sudah menampakkan diri, tanda hari akan berlangsung. Natan mencari-cari kertas. Kertas tulisan tanggannya padahal ia yakin semalam membawanya tetapi sekarang sudah tidak ada. Natan akhirnya menyerah. Padahal Natan belum hapal sepenuhnya isi coretan tangannya sendiri. Natan memutuskan untuk segera mandi karena sudah jam 9 ia akan telat.
Sedangkan Alisha masih membereskan barang-barangnya. Saat semua sudah dimasukkan ke koper. Alisha mendekati meja belajarnya disana tertempel berbagai macam fotonya dengan Natan. Alisha melihat foto itu satu per satu Mulai dari wajah polos Natan, Foto mereka berdua dan foto lainnya. Alisha memcabut semua foto yang tertempel. Alisha melirik jam tangannya sudah setegah sepuluh pasti Natan sedang menunggunya.
Dan benar saja Natan sudah berdiri dengan tangan terlipat didepan dada. Hari ini Natan sangat tampan. Ia memakai kemeja biru serta jam tangan yang terletak di tangan kirinya. Alisha masih memperhatikan Natan, ia menunggu reaksi lelaki itu tetapi tetap Natan tidak mengucapkan apa-apa. Alisha masih menunggu. Perasaannya jadi canggung. ‘Kenapa Natan tidak mengucapkan apa-apa?’
1 detik
2 menit
4 menit
5 menit..
Dan akhirnya Alisha menyerah. “Egg.. Kok diam aja?” ucap Alisha gugup. “Marah ya?” sambung Alisha. Tetap tidak ada respon apapun. “Yaudah deh kalo marah, aku pergi ya?” mendengar ucapan Alisha Natan langsung tertegun.
“Al?”
“Ya?”
“Apa yang kamu sembunyikan dari aku?”
Alisha kaget. Apa Natan sudah mengetahui tentang kepindahannya?
“Egg.. masksudnya apa Nat? aku gak ngerti”
“Aku udah tau semuanya”
“APA?!” spontan Alisha menjerit.
“Aku tau dari Paman, tadi pagi saat aku mau kesini dia memberitahuku sesuatu yang sama sekali tidak aku tau” Natan memutar kembali memorinya.

“Saat Paman menembak Bibimu,, Paman katakan padanya kalau Paman tau semua rahasia tentangnya, padahal Paman tidak tau, itu agar ia tau kalau selama ini Paman memperhatikannya diam-diam. Padahal paman tidak tau apa-apa tentangnya.dan itu adalah kebohongan termanis yang pernah Paman ucapkan.”

“Baiklah, karena kau udah tau semuanya, aku jadi tidak perlu memikirkan bagaimana caranya aku akan mengucapkan selamat tinggal.” Alisha tersenyum namun air matanya menetes.
Natan menyergitkan keningnya. “Mengucapkan selamat tinggal?” ucap Natan mengulang kalimat terakhir Alisha.
“Kok terkejut? Kan sudah tau”
“Kau mau kemana?”
“Bukannya kau sudah tau semuanya ya? Kenapa bertanya lagi?”
“Al, Aku berbohong”
Alisha kaget mendengarnya. “Bohong? Yaudahlah, gak apa apa kok. Yang pentingkan kau udah tau?”
“Kau mau kemana?”
“Pergi ketempat yang jauh, dan aku tidak tau kapan kembali. Mungkin takkan kembali”
Seperti ada petir yang menyambar Natan, perkataan Alisha seakan sedang menamparnya. Natan menatap Alisha tajam. “Bohong” ucapnya sinis.
Alisha melihat jam tangannya. “Udah jam 10, aku akan ketinggalan pesawat. Aku pergi ya?” Alisha menyodorkan tangannya tetapi tidak disambut oleh Natan. Akhirnya Alisha menurunkan tangannya lalu berbalik pergi meninggalkan Natan yang masih melamun, matanya berkaca-kaca. Akhirnya Natan tersadar. Lalu Natan berlari kecil dan memeluk Alisha dari belakang, membuat Gadis berambut coklat ini terkejut. “Katakan padaku, kalau kau sedang berbohong” . Alisha masih terdiam tak lama kemudian ia menangis kali ini tangisan dengan penuh kesedihan. Seakan nyawanya akan dicabut Alisha menjerit. “Aku tidak berbohong”. Natan makin mempererat pelukannya sambil berbisik Natan mengucapkan. “Aku menyukaimu”. Alisha semakin menangis tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Sudah terlambat.. belum ia masih bisa memabatalkan kepergiannya. “Aku akan tetap pergi”. Tidak ada jawaban dari Natan. Hening hanya suara angin. Alisha melepaskan tangan Natan dari pundaknya. Tetapi sesaat ia merasakan pundaknya basah, Alisha berbalik dan melihat Natan. Natan menangis.
“Nat.., Apa Zodiakmu?”
Natan menatap Alisha. “Leo”. Alisha mendongakan kepalanya, ada satu cahaya seperti bintang.
“Lihat Nat, itu bintangmu, tutup matamu dan buatlah permohonan. Dan kau akan mendapatkannya.”
Natan menuruti permintaan Alisha. Perlahan Natan menutup matanya, saat itu ia hanya berpikir agar Alisha tidak pergi dan hari ini tidak pernah ada. Saat Natan membuka matanya.
Kosong.. Alisha sudah pergi.

***
Semakin ia membuka kenangan masa lalunya semakin lebar luka goresan dihatinya. Semua sudah terlambat. Hanya penyesalan yang datang. Mau membohongi diri sendiripun tidak ada gunanya. Karena semuanya sudah terjadi. Natan menutuskan untuk kembali kerumah. Kali ini Natan memberanikan diri untuk melewati rumah bercat biru itu. Rumahnya tidak terawat. Sesaat Natan menghirup aroma jeruk tetapi hanya sekilas. Sudah lebih setaun rumah itu kosong. Rumput liar berkembang dimana-mana, Natan mempertajam penglihatannya.
“Sepeda” gumannya.
Natan membuka paksa pagar yang sudah berkarat itu. Lalu mengeluarkan teman sepedanya.
Sesampainya Natan dirumah . ia melihat Pamannya sedang membaca Koran. Lalu memakirkan kedua sepedanya.
Natan memasuki kamarnya. Ia duduk di kursi meka belajarnya, lalu membuka buku hitam, membaca isinya satu persatu. Dan berhenti digambar sepedanya dan Alisha.
“Semuanya sia-sia. Saat aku mendengar kabar bahwa kau sudah tiada, awalnya aku tidak percaya tetapi pengakuan orangtuamu membuat ku linglung, disaat itu aku seperti orang bodoh, aku tidak mau mempercayai kalau kau sudah tidak ada. Tetapi tulisan di batu itu membuat ku tersadar dari mimpi burukku. Aku kehilangan mu. dan saat ini mimpi buruk itu kembali hadir saat aku ke Nasha. Aku telah kehilanganmu. Apa kau tau apa permohonan pertamaku saat kau menyuruhku?, aku meminta. Aku ingin dia pergi. Itu kulakukan karena saat itu aku tidak percaya. Dan sekarang kau benar-benar pergi. Dan disaat aku meminta supaya kau kembali, tapi itu tidak pernah terjadi. Aku bingung mau percaya sama siapa Al..”

Natan menangis. Ia menangis untuk kesekian kalinya. Ia merindukkan sosok Alisha. Alisha yang bisa membuatnya tenang. ‘Kemana, aku akan mencarimu?’. Sudah lebih dua tahun ia menunggu, menunggu yang tidak pasti, penantian yang tidak berujung. Natan mengeluarkan sapu tangan pemberian Alisha. Hanya itu yang bisa mengingatkannya pada Alisha. Aroma jeruk khas Alisha sudah tidak tercium lagi di sapu tangan itu.
“Aku merindukan mu Al..”

**END**


Profil dan Lainnya
Semoga kalian suka cerpenku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Biarkan kami tahu kamu di sana... ;)