Selamat datang di Kumpulan Cerpen Remaja dan Anak! Silahkan mengunjungi satu per satu cerpen dari para penulis kami!
Bisa mulai ditelusuri dari Authors yang berisi profil kami, kemudian Become Author untuk mengirim karya atau pun menjadi penulis tetap. Melanjutkan atau malah langsung menuju Daftar Cerpen yang berisi cerpen terposting di blog lama maupun baru pun oke. Ada yang kurang? Tanyakan di Information. Berkelana sesuka hati saja, deh! Welcome!
Welcome to KCRdA weblog | take parcitipate with us | read stories | comment | send stories

Kamis, 23 April 2015

Cinta Dua Insan - Cerpen Remaja

Cinta Dua Insan
Karya Riska Munifa

       Membahagiakan memang jika kedua belah pihak keluarga sudah saling menyetujui suatu hubungan. Begitu pun dengan hubunganku dan Dimas. Baik dari keluarga Dimas dan keluarga sudah saling setuju untuk kelanjutan hubunganku. Namun apakah semua itu akan terus berjalan lurus? Salah besar. Mungkin aku dan dia masih terlalu dini untuk menuju ke hubungan yang lebih serius. Pikiran – pikiran kami masih melayang dan masih pada batas pikiran seorang remaja yang senang kebebasan.
Semua ini berawal ketika hubunganku dengan Dimas kandas di tengah jalan. Iya, kami memilih putus hanya karena perpisahan. Sulit memang mengakuinya sebab sampai detik ini aku dan dia masih dekat. Bahkan keluargaku dan keluarganya masih menganggap hubungan kami baik – baik saja. Apa benar seperti itu? Sebenarnya tidak. Dimas mulai berubah sejak masuk ke SMA. Aku merasa diriku semakin jauh darinya. Apakah aku salah? Sejujurnya hatiku masih sangat menyayanginya.
Sekolahku dan sekolahnya tidak berjarak terlalu jauh. Hanya terpisah jarak 1 Km. Terkadang aku dan dia masih berangkat bersama. Namun semenjak satu bulan yang lalu aku tak pernah berangkat bersamanya. Apa ada yang salah denganku? Apa mungkin dia sudah mendapatkan penggantiku? Sebegitu teganyakah dirinya? Apa dia memang sudah mengubur dalam – dalam perasaannya kepadaku???


“Woy,, Ais. Kamu melamun saja.” Tegur Hana sahabatku.
“Ehh, enggak kok Han.” Jawabku.
“Cieee,, itu foto siapa?” Kata Hana sambil merebut foto yang aku pegang.
“Ehh,, kembalikan Hana. Rese banget sih kamu.” Kataku sambil mengejar Hana. Namun entah bagaimana bisa terjadi, saat itu aku malah menabrak Sania, cewek yang super judes di sekolahku.
“Eh, jalan pakai mata donk. Main tabrak aja kamu itu.” Kata Sania.
“Maaf San.” Jawabku kemudian menyingkir darinya.
Akhirnya aku mendapatkan foto itu. Foto kenangan yang sempat aku ambil bersama Dimas sebelum aku dan dia putus. Aku menyimpan foto itu. Lalu ke kelas untuk menyiapkan diri menerima pelajaran. Hari ini banyak kelas yang gaduh. Aku juga bingung. Kata sahabatku sih bakal ada siswa baru di sekolahku. Aku hanya menanggapinya biasa saja. Bukankah hanya seorang siswa? Sama saja kan?
Waktu berjalan seperti biasa. Akhirnya jam istirahat tiba. Terlihat segerombolan anak cewek tengah mangkring di depan kelas sebelah. Apalagi kalau bukan menengok siswa pindahan itu yang tentunya seorang anak cowok. Aku mulai melangkahkan kakiku menuju ke kantin dan bertepatan dengan dia si anak baru keluar. Jeritan, histeris benar – benar menghiasi depan kelas.
“Wahh,, makanya temen – temen pada nunggu di depan kelas sebelah, ternyata cukup keren juga si anak baru itu. Eh, tapi kayak aku pernah melihat dia ya???” Kata Hana sambil melihat kearah kelas sebelah. “Oh ya, bukankah cowok itu yang ada di fotomu tadi Ais?” Kata Hana.
Aku kaget mendengar yang Hana katakan. Aku pun langsung membalikkan badanku. Aku terpaku. Itu benar – benar Dimas. Dimas yang masih aku sayangi. Bagaimana dia bisa pindah ke sini? Aku masih saja membisu. Hingga tanpa aku sadari dia pun melihat kearahku. Saat itu pula aku merasa jantungku berdetak dengan cepat. Aku pun tak mampu menahan air mata bahagiaku. Dia benar – benar ada di sini.
“Ais, kamu kok menangis??” Tanya Hana merasa heran.
“Ehh, enggak kok. Ayo ke kantin. Nanti keburu masuk.” Jawabku yang langsung melangkahkan kakiku menuju ke kantin.
Tak berselang lama aku berada di kantin, bel masuk pun berbunyi. Aku dan Hana buru – buru masuk ke kelas. Namun belum sampai di kelas, tiba – tiba saat di belokan aku tak sengaja menabrak seseorang.
“Aduhh,,…Maaf ya….” Kataku dan ketika itu juga aku kaget dengan seseorang yang aku tabrak itu. Dia Dimas. Mengetahui itu Dimas, aku pun langsung menundukkan kepalaku. Kemudian aku pun langsung beranjak meninggalkannya. Ah, kenapa? Bukankah itu saat – saat yang aku tunggu – tunggu? Sesampainya di kelas, keramaian masih terjadi. Tapi sekarang penyebabnya berbeda. Biasa guru tidak datang. Karena aku tidak betah dengan kegaduhan di kelasku aku pun pergi ke perpustakaan. Kebiasaan lamaku yang tak pernah berubah.
Kini aku sendirian. Hana lebih memilih bergabung dengan teman – teman yang gaduh. Aku sudah memasuki perpustakaan. Aku menyapa petugasnya lalu memilih – milih buku yang ingin aku baca. Aku melihat – lihat semua koleksi buku yang ada di perpus. Akhirnya setelah sekian lama aku mencari, aku pun mendapatkan buku yang cocok untukku. Namun saat aku ingin mengambilnya tanpa sengaja aku bebarengan dengan Dimas. Kami pun saling bertatapan.
“Embbz, buat kamu saja. Aku akan nyari yang lain.” Kataku sambil meninggalkannya. Namun tiba – tiba Dimas meraih tanganku.
“Kita baca sama – sama.” Katanya. Lalu dia menarikku untuk duduk bersamanya.
Aku benar – benar gugup saat itu. Bukankah moment seperti ini sudah 1 tahun yang lalu berakhir? Aku menatap kearahnya. Begitu damai dan tanpa aku sadari air mataku kembali menetes ketika aku mengingat semua kenangan indah bersamanya. Dia menyadari aku yang tengah menangis. Tanpa berpikir panjang dia pun langsung mengusap air mataku.
“Untuk apa kamu menangis?” Katanya sambil mengusap air mataku.
Aku hanya terdiam. Tak mampu menjawab pertanyaannya.
“Maaf ya. Aku menghilang tanpa kabar begitu saja. Lagian kamu juga. Sekarang kamu jarang berkunjung ke rumah nenekmu.” Kata Dimas.
Tanpa menjawab aku pun langsung meninggalkannya. Apa yang membuatku kabur begitu saja? Iya, kenangan. Alasanku jarang berkunjung adalah terlalu banyak kenangan indah bersamanya. Semua benar – benar menjadi semu kembali.
Tak terasa kehadiran Dimas sudah satu bulan. Bersama itu pula aku merasa Dimas pun seolah – olah sudah tak memiliki perasaan apapun kepadaku. Semua itu terlihat ketika dia tengah bersama Rima. Teman sekelasnya yang terkenal begitu baik ke semua orang. Terkadang aku bertanya – Tanya, apa mungkin mereka itu memiliki hubungan? Hatiku sakit melihat kedekatan mereka. Hatiku hancur ketika harus menyadarkan diriku bahwa Dimas bukanlah seseorang seperti yang dulu lagi.
Aku tengah duduk di taman sekolah. Memandangi bunga – bunga yang bermekaran. Aku mencoba menyingkirkan setiap pikiranku tentang Dimas. Merasakan detak jantungku yang sampai saat ini masih saja berteriak mencintai Dimas. Apa aku salah? Apa aku tak pantas menyayangi dia?
Hari ini adalah waktunya kegiatan classmeeting di sekolahku. Kegiatan rutin setelah ujian sekolah. Aku menyendiri, namun tetap mengawasi jalannya kegiatan. Tahun aku memang tak ikut serta dalam kepanitiaan. Dari kejauhan aku melihat Dimas. Seperti biasa dia bersama Rima. Sakit hati ini. Sampai tak terasa air mataku jatuh menetes.
“Kamu masih sayang ya kepadanya?” Kata Adi yang tiba – tiba muncul dari belakang.
“Dia sudah berlalu.” Jawabku sambil mengusap air mataku.
“Kamu tak bisa berbohong Ais. Cerita cinta kalian itu masih berjalan. Belum berakhir. Ini baru ujian pertamamu.” Kata Adi. “Ais, yakinlah. Dimas pasti masih sayang juga kepadamu.” Kata Adi lalu meninggalkanku setelah salah seorang temannya memanggilnya.
Aku masih terdiam. Waktu benar – benar berjalan. Satu tahun kemudian aku telah lulus dari SMA itu dan melanjutkan ke jenjang universitas. Mulai saat itu pun aku sudah jarang bertemu bahkan menatap sosok seorang Dimas. Dan selama itu pun perasaan dalam hatiku masih sama. Masih sayang kepadanya. Apa aku bodoh??? Tidak. Inilah yang dinamakan ketulusan.
Suatu saat aku tengah libur hari tenang. Aku pun berkunjung ke rumah nenekku yang tepatnya satu desa dengan Dimas. Memang banyak kenangan yang tak mampu aku lupakan. Kini aku tengah duduk di gubuk kecil yang dulu sering aku singgahi bersamanya. Indah. Sangat menakjubkan. Satu jam sudah aku duduk dan mengingat semuanya. Aku kembali. Dan saat itulah aku menemukan sosok yang aku rindukan selama ini. Iya, Dimas. Dia pun tengah ingin singgah ke gubuk itu.
“Aisyah….” Kata Dimas.
“Iya, lama kita tak berjumpa.” Jawabku. Tiba – tiba saat itu Dimas langsung memeluk tubuhku. Hangat. Nyaman. Tenang.
“Ais, aku merindukanmu. Kamu kemana saja? Kenapa kamu menghilang begitu saja. Kenapa? Ais, aku di sini menunggumu. Aku di sini mengharapkan kehadiranmu. Aku selalu berdoa agar aku kembali berjumpa denganmu. Maafkan aku Ais. Mungkin aku sering menyakitimu ketika di SMA. Terutama ketika aku dekat dengan Rima. Memang awalnya aku mengira bahwa Rima bakal bisa menggantikanmu dalam hatiku, tapi aku bodoh. Aku tak bisa semudah itu menghapusmu dari dalam hatiku. Aku masih sayang padamu Ais. Aku tak mau kehilangan dirimu bahkan jauh darimu. Jangan siksa aku seperti ini Ais.” Kata Dimas.
“Keyakinanku ternyata tak salah. Kamu pun masih sayang kepadaku. Maafkan aku Dimas atas keegoisanku dulu. Aku masih mencintaimu. Aku tak pernah bisa menghapus bayangmu dari pikiranku. Aku pun merindukanmu Dim.” Jawabku.
“Berarti kita balikan?” Tanya Dimas.
Aku mengangguk dengan melayangkan senyuman. Lalu Dimas pun memelukku kembali. Tak ada yang tahu pasti bagaimana alur kehidupan itu. Bahkan hal yang berkaitan dengan cinta. Aku pun pada awalnya ingin mencari pengganti dirinya. Namun mungkin ini yang dinamakan kehendak Tuhan. Tuhan memang menciptakan Dimas untukku. Aku janji aku akan menjaga cinta ini hingga akhir hayatku. “I will always love you Dimas.”
Selesai

Profil dan Lainnya
Nama : Riska Munifa
TTL : Tuban, 15 Desember 1995
Hobi : Menulis, membaca, menggambar
Blog : riskamunifablog.blogspot.com
Silahkan berkunjung ya...!!! :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Biarkan kami tahu kamu di sana... ;)