Karya R
Olehmu, satu terencana dan satu tak disengaja
"Kok lama sih datengnya?"
Aldo membalas sambutan Carissa dengan sebuah ringisan. "Sedikit masalah," senyumnya. Carissa hanya mengangguk.
Aldo menutup pintu kamar rawat Carissa. "Kamu oke? Hari ini baik?"
Carissa mengangguk. "Oke kok. Kamu sendiri? Kamu kelihatan... Um..." Carissa mencari kata, "kusut."
"Masa?" Aldo duduk di kursi samping ranjang Carissa. "Udah makan siang?"
Carissa mengangguk, dan Aldo hanya mengacak rambut Carissa pelan dan mengelus pipinya. Carissa mengernyit pelan. Orang yang mengaku sebagai sahabatnya itu terlihat sangat lesu, padahal kemarin dia benar-benar ceria dan antusias.
Meski begitu, rasanya benar-benar seperti tersetrum listrik saat punggung tangan Aldo menyentuh pipinya. Ada sensasi aneh yang... Entahlah, sulit dijelaskan. Rasa panas mulai menjalar di wajah Carissa, tapi dia buru-buru mengalihkannya dengan pertanyaan.
"Ada apa?" Suara Carissa penuh selidik.
Aldo menggerutu kecil. "Dari dulu kamu emang peka banget,"
Carissa membentuk seutas senyum. Dia sudah lupa bahwa tadi wajahnya memanas karena Aldo. "Nah, jadi cerita! Ayo, ada apa?" desak Carissa. "Katamu aku sahabatmu..."
Aldo mendengus. "Kamu emang manipulatif banget."
Carissa meringis. "Ayo, ceritakan ke aku! Ada apa?"
"Nggak, nggak ada apa-apa." Aldo masih ngotot tidak mau menceritakannya. Yah, tentu saja. Setelah semua hal yang pernah terjadi dulu, mana mau Aldo memberitahu Carissa?
Tapi sudah terlambat, sepertinya. Carissa terlanjur tahu ada yang salah. "Katakan, Aldo!" desisnya sambil menatap tajam.
"Kamu akan benci banget sama aku setelah mendengarnya," tanggap Aldo muram. Carissa menatap menyelidik.
"Apa ini tentang aku?" tanyanya tiba-tiba.
"Sayangnya ya," Aldo menyilangkan tangan di atas meja lalu menenggelamkan kepala di dalamnya.
Carissa tersenyum maklum. "Baiklah. Nanti aku juga akan tahu." Gadis itu mengelus rambut Aldo yang sedang menelungkupkan tangannya.
Ya, benar. Cepat atau lambat Carissa akan tahu.
Aldo pernah memikirkannya, tapi dadanya terasa sesak memikirkan Carissa akan memusuhinya- hal yang paling mungkin dilakukan gadis itu.
Tapi itu takkan terjadi sekarang, kan?
Aldo menatap Carissa yang tersenyum menepuk bahunya.
"Apa kamu akan membenciku kalau tau semuanya?"
"Aku ngga tau semuanya itu apa," Carissa mengangkat bahu. "Tapi jika kamu merasa begitu, ya, mungkin saja. Menurut pengamatanku, kamu ngga pernah salah."
Jantung Aldo serasa nyaris berhenti berdetak. Ya Tuhan.
"Tapi aku tidak tahu juga," jawab Carissa muram. "Orangtuaku selalu mengatakan aku harus memaafkan, dan aku juga harus memaafkan orang yang membuatku kecelakaan."
"Jika kesalahan itu tak termaafkan?" tanya Aldo mendesak.
"Aku tidak tahu, sekali lagi, aku tidak tahu, Aldo." Carissa menghela napas. "Semua bisa saja terjadi. Jika kesalahanmu itu bisa dimaafkan, aku akan memaafkannya. Aku juga takkan berusaha mencari tahu; karena aku yakin aku akan tahu sendiri."
"Carissa..." Aldo menatap sahabatnya tanpa berkedip.
"Hmm?"
"Banyak hal yang belum kamu tahu."
Dan Aldo, seandainya bisa, berharap agar Carissa tak perlu mengingat apapun.
***
Harapan itu tak selalu terjadi.
Ada kalanya yang terjadi tidak sesuai harapan, seperti kali ini. Aldo sedang mendumel kesal karena hujan yang mendadak bergentayangan. Sialnya lagi, dia lupa membawa payung atau apapun yang bisa mengatasinya dari hujan deras ini. Padahal dia sudah berjanji pada Carissa akan tiba tepat waktu.
"Aldo?"
Dan oh, ketika Aldo menoleh, dia tahu dia sudah jatuh tertimpa tangga dikejar anjing.
Gadis ini lagi.
"Apa lagi mau lo?" tanya Aldo tajam.
"Aku hanya mau meluruskan..."
"Ngga ada yang perlu diluruskan. Lo jebak gue kan waktu itu? Udahlah, gue capek. Gue ngga mau bahas lagi. Gue buru-buru."
"Aldo, dengarkan aku..."
Aldo mengabaikannya dan berjalan menembus hujan. Sementara Aurora sungguh merasa gemas. Dari dulu dia mencari Aldo untuk menjelaskan semuanya, tapi begitu dia menemukan Aldo, dia sama sekali tidak bisa memberikan penjelasan.
Aldo terus-terusan menghindar dari kenyataan.
Dan karena itulah, Aurora memutuskan untuk membuntuti Aldo.
Aurora benar-benar mengernyitkan keningnya kali ini. Rumah sakit? Kenapa Aldo masuk ke sana? Tapi ia sudah terlanjur membuntuti Aldo sampai sejauh ini.
Sudahlah, habis perkara. Lebih baik ia ikut masuk saja sekalian.
Setelah membuntuti Aldo sekian lama, baru kali ini Aurora mulai mendapat titik cerah atas apa yang terjadi dengan Aldo. Dirinya bahkan sempat terperangah melihat sahabatnya- ah tidak, mantan sahabatnya- Carissa terbaring di salah satu ranjang rumah sakit dan Aldo sedang duduk di sampingnya.
Kenapa hubungan mereka? Apakah sudah kembali baik ? Apakah penjelasanku hanya akan menambah runyam semuanya?
Ya Tuhan, Aurora dilema. Dia segera mengintip lewat jendela apa yang sedang Aldo dan Carissa lakukan.
Aldo mengelus rambut Carissa dan Carissa tersenyum karenanya. Carissa mengucapkan sesuatu yang Aurora artikan sebagai 'kamu-oke?' dan dijawab dengan anggukan oleh Aldo.
Aldo mengelus pipi Carissa, dan oh, apa penglihatan Aurora benar? Carissa yang terakhir kali ditemuinya sangat membenci Aldo tersipu-sipu dengan wajah memerah!
Aurora kembali mengintip. Kali ini Carissa mengusap rambut Aldo yang menelungkup di sampingnya. Aldo mendongak dan tersenyum menatap Carissa. Lalu Aldo mendekat dan mencium kening Carissa...
Oh Tuhan! Apa mereka sudah berubah status menjadi pacaran?
Itu berarti mereka sudah berbaikan, kan? Aurora merasa lega karenanya. Dia merasa bersalah karena kejadian beberapa tahun yang lalu, dan kalau semua masalah itu sudah beres, dia ikut bersyukur untuk dua temannya. Atau kedua mantan temannya.
Tapi, kebenaran memang harus tetap diungkapkan. Dan Aurora harus meluruskan semuanya. Maka dengan modal nekat, Aurora menerjang masuk ke dalam kamar rawat Carissa...
...disambut tatapan kesal yang tajam dari Aldo dan tatapan bingung dari Carissa.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Biarkan kami tahu kamu di sana... ;)