Selamat datang di Kumpulan Cerpen Remaja dan Anak! Silahkan mengunjungi satu per satu cerpen dari para penulis kami!
Bisa mulai ditelusuri dari Authors yang berisi profil kami, kemudian Become Author untuk mengirim karya atau pun menjadi penulis tetap. Melanjutkan atau malah langsung menuju Daftar Cerpen yang berisi cerpen terposting di blog lama maupun baru pun oke. Ada yang kurang? Tanyakan di Information. Berkelana sesuka hati saja, deh! Welcome!
Welcome to KCRdA weblog | take parcitipate with us | read stories | comment | send stories

Kamis, 15 Mei 2014

A True Friend - Part 2 END

A True Friend
Karya L




Kondisi tempat itu sangat mengagetkan hatiku. Ada banyak sekali barang yang baru pertama kali kulihat. Disitu hanya ada sebuah kasur bekas yang kecil, dan segunung sampah plastik. Aku tidak mungkin tinggal di sana, karena menurut pendapat orang, tidak ada orang yang mau tinggal di sana. Walaupun rupanya bersih, tidak menjijikkan, tetapi kok dia tinggal di sana?



Suara kendaraan yang melintas di pinggirnya sangatlah berisik, membuat telingaku tidak nyaman. Apakah sejak sekarang temanku itu harus tinggal di sana? Aku tidak percaya dia hidup di sana.
Kolong Jembatan.
Begitulah orang menyebut tempat ini. Kumuh, tidak diperhatikan, menjijikkan, dan tidak nyaman, begitulah gambaran orang tentang tempat ini. Diam-diam aku berjalan menghampiri Dahlia, dan Dahlia pun kaget melihatku yang ternyata mengikutinya dari belakang.
“Dahlia, ini rumah kamu?” tanyaku.
Tidak ada jawaban.
“Robi! Mengapa kamu mengikutiku dari belakang?” tanya Dahlia padaku, dengan heran.
“Emm… begini. Aku cuma penasaran kenapa kamu nggak punya teman. Kan kamu itu siswa yang paling pintar, yang paling bertanggung jawab di sekolah.” Aku menjelaskannya dengan pelan-pelan.
“Sebenarnya, ini tempat hidup orang tuaku. Kamu salah duga. Aku bukan yatim-piatu, tetapi orangtuaku bermasalah dengan kakek dan nenekku. Mereka diusir dari rumah oleh nenekku, karena dulu ayahku pernah ketahuan mencuri harta nenekku yang paling berharga, yaitu dua keping emas dan beberapa perhiasan. Masalahnya gini, mereka harus tinggal disini sampai 10 tahun, dan harus bekerja sendiri, tanpa uang. Orangtuaku dulu sangat miskin. Karena miskin itu ayahku sampai rela mencuri harta nenekku…..” Dahlia mulai meneteskan air mata.
“Kamu tinggal di mana? Di rumah nenekmu ya?” tanyaku lagi.
“Iya, kok tau?” tanya Dahlia.
“Iyalah, dari barang-barangmu,” aku tersenyum.
“Jadi gini…. Aku sebenarnya nggak boleh ke sini, baru hari ini. Kalau sampai ketahuan nenekku, aku diusir dari sana. Nenekku itu galak banget. Tapi mau nggak mau aku harus nurut. Jadi aku sedih banget nggak ketemu orang tua sampai 8 tahun. Kurang dua tahun lagi, mereka boleh deh, ketemu aku lagi…” kata Dahlia dengan wajah yang datar.
“Terus, kamu nggak boleh ngerawat ortumu gitu? Kok mereka jadi miskin? Kan udah punya emas 2 biji.” Kataku.
“Kan mereka di sini udah 8 tahun, emasnya habis buat 6 tahun. Selama 2 tahun mereka hidup melarat disini.”
“Jadi dulu itu mereka ngontrak rumah?”
“Iya, tapi kan kontrakannya cuma bisa 5 tahun. Kalo yang ngontrak itu bayarnya pake perhiasan, dijual.” Dahlia menjelaskan.
“Harusnya mereka jadi kaya, dong? Bukannya mereka dapet uang banyak?” tanyaku bingung.
“Enggak lah. Mereka kan udah ngabisin uang itu buat dua tahun. Mereka mau kerja apa coba? Anehnya, mama papaku itu dulu kan enggak sekolah, jadi ya kalo harus wiraswasta susah, karna kan modal pendidikannya kurang. Kalo mau ngelamar kerja, harus bawa ijasah, bayar buat lamaran kerja lah, mereka kan duitnya udah abis,” kata Dahlia dengan wajah sedih.
Aku hanya bisa menganggukkan kepala.
“Gimana kalo besok kamu ke sekolah, kamu bilang sama kepala sekolah, buat bantuin orangtua kamu. Kan kasihan mereka,” usulku.
“Kata nenekku, jangan sampai hal ini ketahuan sekolah. Bahaya kalo ketauan,” Dahlia berkata dengan keras.
“Hmm…. yaudah deh, aku bilang orangtuaku aja. Biar mereka yang ketemu orangtua kamu,” aku tersenyum.
“Oke,” Dahlia mengedipkan matanya.
“Sip deh, sampai ketemu besok ya,” kataku dengan riang.
***
Setelah Robi menceritakan kepada kedua orangtuanya, orangtuanya berniat membantu. Robi dan beberapa temannya membantu membawa sembako dan pakaian yang sudah dipersiapkan oleh orangtua Robi, sementara orangtua Robi berbicara kepada nenek Dahlia sambil membawa beberapa konsultan.
Karena masalah ini sudah terlalu sulit untuk diselesaikan, dengan baik hati Ibu Robi mengizinkan Dahlia dan kedua orangtuanya untuk tinggal di rumahnya, sedangkan nenek Robi dibawa ke psikolog untuk konsultasi, setelah dicek, ternyata ia memiliki penyakit kejiwaan, sehingga ia dibawa ke rumah sakit jiwa, dan tinggal beberapa hari di sana.
***
“Terima kasih teman-teman, terutama kau, Robi. Kalian adalah pahlawan-pahlawan kecilku, dan teman-teman sejatiku! Tanpa kalian, aku masih tetap menderita sekarang. Karena itu, ayo kita rayakan pesta ini!” Dahlia bersorak gembira dalam pesta pindahan yang ia buat, di rumah Robi, rumah barunya.

The End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Biarkan kami tahu kamu di sana... ;)