A True Friend
Karya L
Namaku Bobi. Aku bersekolah di SD 06 Bekasi. Hobiku adalah bermain
futsal, bersama teman-temanku. Di sekolah, aku terkenal sebagai anak yang pintar dan ramah, karena
itu temanku banyak. Biasanya, walaupun
aku dan teman-temanku suka mengobrol, kami tetap dipandang sebagai anak-anak
yang kreatif dan inovatif. Mengapa? Karena kami memiliki banyak ide yang keluar
dari otak kami. Banyak hal bisa kami lakukan bersama-sama. Mulai dari belajar
bersama, bermain bersama, apapun itu kami tetap kompak, dan selalu berhasil
melakukan banyak hal bersama. Inilah kesan-kesanku sebagai seorang siswa.
Kebersamaan itulah yang membuatku betah di sekolah ini.
Bagiku, berteman dengan siapa saja sama saja, tidak
ada bedanya, semuanya manusia, ciptaan Tuhan. Lagipula, semakin banyak teman,
kita menjadi lebih banyak belajar tentang kehidupan, dan pastinya kita akan
semakin tumbuh dengan baik.
Siang ini saat pulang sekolah, aku akan berniat
menghampiri Dahlia..
***
“Hei Dahlia!” sapaku.
“Eh, Bobi. Kenapa?” tanya Dahlia dengan senyum.
“Aku nggak papa. Kamu kenapa sedih di pojokan
kelas?” tanyaku lagi.
Dahlia terdiam, memandang ke arah sepatunya
sendiri, dengan tatapan murung. Aku yang di sampingnya makin penasaran. Tanpa
kata, Dahlia pergi ke kursinya, dan mengambil sebuah barang. Barang itu sudah usang,
mulai rusak. Kulihat pelan-pelan, ternyata itu adalah dompet tuanya. Sudah
sangat lama. Lalu ia menunjukkan sebuah foto, yang menurutku adalah foto dua orang
pertama yang sangat ia cintai, yang ia lihat dan kenal pertama kali sejak ia
sendiri masih dalam pertumbuhan menjadi seorang manusia. Foto itupun ia beri
tanda silang yang besar,dengan pena
merahnya, dengan emosinya yang sangat dalam.
Tiba-tiba, Dahlia menangis ke arahku, sekali lagi
tanpa kata.
Aku mengerti. Ternyata kedua orang tuanya telah
tiada, dan ia kini adalah yatim-piatu. Lalu aku berpikir, apa yang menyebabkan
ia tidak punya teman?
Keesokan harinya, saat Dahlia pulang, diam-diam aku
mengikuti Dahlia dari belakang, tiba-tiba
Dahlia berhenti di suatu tempat yang sangat tidak kuduga, ternyata ia menaruh
tasnya di tempat itu. Mengapa ia harus tinggal di sana?
Aku hanya bisa diam dan berpikir sejenak.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Biarkan kami tahu kamu di sana... ;)