Karya L
Aku, rasanya sudah lama sekali kehilangan sumber hidupku. Sudah sangat lama.
Berawal dari penyesalanku di masa lalu, setelah aku menyadari bahwa kehilangan semuanya itu sangatlah menyedihkan.
Kapan aku bisa bertemu mereka lagi? Kuyakin mereka masih ingat aku, walaupun sangat sering aku melupakan mereka
Mereka itu harta terindahku, tetapi mengapa aku harus menyia-nyiakannya? Sungguh bodoh apa yang kulakukan waktu itu.
"Namira!" panggil seseorang yang sangat kukenal.
"Namira!" panggil seseorang yang sangat kukenal.
Dia itu Fanya, sahabatku di asrama, sejak aku meninggalkan rumahku.
"Iya, kenapa?" aku menoleh kepadanya.
"Valentine tahun ini kamu jadi pulang ke rumah? Tinggal minggu depan," kata Fanya.
"Aku bingung nih. Mending gimana ya? Aku pulang apa aku ngerayain valentine sama kalian aja?" aku benar-benar bingung dan tak tahu harus bagaimana.
"Kalo mau pulang boleh banget! Aku anterin gimana?" Fanya menatapku dengan hangat, dan tersenyum.
"Kan rumahku jauh banget dari sini," aku menjawab dengan muka memelas.
"Gapapa, aku juga pulang naik kereta kok minggu depan," Fanya tersenyum.
"Tiketnya?" Aku bertanya lagi.
"Tenang Mir, aku tinggal bilang sama orangtuaku, kamu nanti dibeliin tiket, gimana?" kata Fanya dengan keceriaannya.
Orangtua.
Mendengar kata itu langsung terasa di hatiku sesuatu yang menusuknya sangat dalam.
Aku hanya mengangguk pelan.
Seminggu kemudian...
"Udah bilang?" Aku bertanya pada Fanya.
"Udah."
Aku langsung dengan ceria tersenyum.
Begitu kereta kami datang, kami langsung naik bersama-sama. Aku hanya tertidur dengan pulas, dan aku sudah tidak dapat berpikir lagi.
Sepertinya ketenangan sudah menyatu denganku.
Tiba di Surabaya...
"Namira! Hei bangun!" Fanya mengguncang-guncang tubuhku supaya terbangun.
"Apa? Kita sudah sampai?" Aku terbangun, dan kaget.
"Iya, ayo turun." Fanya mengajakku turun.
Aku melangkah ke luar gerbong dengan muka masam. Dan aku melihat, Fanya berpelukan dengan ibunya.
"Mama... Happy Valentine..... Aku kangen Mama terus di asrama... Papa udah nggak ada ya Ma?"
Begitu aku mendengar Fanya mengucapkan kalimat terakhirnya, aku tersentak. Rupanya ayah Fanya sudah tiada.
"Iya Nak, Mama selalu sayang kamu, Nak. Walaupun sekarang kamu sudah SMA. Kamu sudah dewasa, dan nggak perlu tergantung Mama lagi. Tapi bukan berarti kamu boleh melupakan Mama, Nak. Kamu tetap harta Mama yang paling indah. Karena Papa sudah nggak ada, jadi tinggal kamu satu-satunya yang bisa jadi kebanggaan Mama."
Ibu Fanya berkata dengan penuh kasih sayang. Aku yang mendengarnya sangat terharu. Bagaimana kalau ibuku yang mengatakannya padaku?
Situasi di stasiun itu mendadak berubah menjadi haru. Air mata Fanya menetes titik demi titik.
Sedangkan aku, hanya bisa diam, walaupun sebenarnya aku lebih terharu dari Fanya.
Tiba-tiba aku teringat, bahwa ternyata dulu aku dan Fanya adalah tetangga. Namun karena aku lama meninggalkan rumah, dan aku tinggal dengan pamanku, aku sudah lupa semuanya.
Pantas saja dia tahu benar rumahku.
Fanya meminta ibunya untuk mengantarku pulang.
Dan ia menemuiku.
"Eh, kamu Namira?" "Iya tante." "Oalah... Ibu kamu nyariin terus tuh! Sekarang kamu seasrama sama Fanya?" "Iya tante."
Dan ia menemuiku.
"Eh, kamu Namira?" "Iya tante." "Oalah... Ibu kamu nyariin terus tuh! Sekarang kamu seasrama sama Fanya?" "Iya tante."
Mendengar apa yang dikatakan ibu Fanya, aku jadi rindu akan keluargaku. Ternyata mereka sudah menantiku disana.
"Ayo ikut tante pulang," ibu Fanya mengajakku. Aku hanya mengangguk saja.
***
Dan tiba-tiba mobil itu berhenti di tempat yang sama sekali tidak aku ketahui.
Ibu Fanya turun dari mobil itu, sementara aku dan Fanya menunggu.
Tiba-tiba keluar seorang wanita cantik. Dari kejauhan aku melihat, wajahnya sangat mirip denganku.
Ibu Fanya mengajakku turun, dan aku pun turun dari mobil.
Kulihat wanita itu langsung berlari ke arahku.
Wanita itu perlahan meraihku, dan akhirnya...
Ia memelukku.
Aku sudah lama tidak merasakan pelukan hangat itu. Semuanya telah berubah. Wajah wanita itu semakin tua, tetapi pelukannya masih tetap sama. Di dalam pelukan itu ada beberapa penyesalan, kesedihan, kerinduan, dan juga rasa haru.
Ternyata keluargaku itu tidak seburuk yang kukira. Mereka tetap menyayangiku walaupun aku sudah meninggalkannya begitu lama dengan cara yang tidak mengenakkan di hati.
"Selamat hari Valentine, Nak. Ibu mencemaskanmu sepanjang hari...."
"Kau tahu, Ibu terus menangis setiap malam, karena Ibu selalu menyayangimu, mendoakanmu, berharap kau ada disini...."
"Ibu sangat senang kamu ada disini malam ini...."
Setelah mengatakan ungkapan haru itu, aku terus menangis, menyesal akan semua tindakan yang sudah kulakukan.
"Maafkan aku, Bu......"
"I...ibu memaafkanku?" aku bertanya sambil mengeluarkan air mata.
"Nak...."
Ibuku menangis dalam hatinya, ia terdiam sejenak.
"Apapun yang kaulakukan..."
Aku menunggu, jawaban apa yang akan ibuku berikan.
Hening.
"Ibu memaafkanmu, Nak, jangan ulangi lagi."
"Ibu.... tetap sayang kamu, Nak..."
Seketika itu hatiku lega, dan aku mulai menangis bahagia.
"Fanya mengantarmu ke sini? Di mana dia?" tanya ibuku.
"Itu," jawab ibu Fanya kepada ibuku.
Fanya keluar dari mobil, dan menemui aku dan ibuku.
"Terima kasih ya Fanya, kamu sudah jadi sahabat anak saya," kata ibuku.
"Iya tante," Fanya menjawabnya dengan tersenyum.
Ayahku keluar dari kamarnya, dan ia membawakan sesuatu yang dibungkus kardus.
"Eh, Namira. Kamu baik-baik saja di asrama?" tanya ayahku.
Kemudian ia menciumku, dan memelukku.
"Baik, Yah. Maaf ya karena aku udah salah sama Ayah," kataku.
"Iya nggak papa kok. Ayah nggak marah, Happy Valentine ya Nak," jawab ayahku dengan tersenyum.
Ayah memang orang yang tidak pernah marah akan apapun.
"Terima kasih Yah," jawabku.
Karena aku penasaran akan apa yang ada di balik kardus, aku dan Fanya membuka kardus itu. Dan ternyata isinya adalah cake kesukaanku. Penuh dengan coklat, sesuai tema hari ini, Valentine.
"Enak banget tuh, aku boleh minta?" tanya Fanya.
"Boleh dong, kan nanti kita makannya bareng-bareng," jawabku.
"Terima kasih Yah, kado Valentine ini... Aku suka banget, apalagi yang ini nih. Dark Chocolate!" seruku kepada ayahku.
"Eh, jangan salah, ini Ibu yang beli," kata ayah.
"Pantes, Ibu kan tahu aku suka rasa apa, Makasih Bu.." kataku dengan girang.
"Ibu tahu aku mau ke sini?" tanyaku kepada Ibu.
"Tahu lah, kan Ibu berhubungan dekat dengan tante ini, tante ini yang memberitahu Ibu. Bagi Ayah dan Ibu, kamu adalah kado Valentine kita," jelas Ibu sambil menunjuk Tante Alda, ibu Fanya.
"Ayo kita makan kuenya, Fanya, Tante Alda, ayo makan bersama!" ajakku.
Kami semua makan kue itu, dengan keceriaan dan sukacita Valentine.
The End
Note :
Selamat Hari Valentine! Semoga cerita ini bisa membuat kalian lebih merasakan makna Valentine, dan membuat kalian senang!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Biarkan kami tahu kamu di sana... ;)