Karya Dewi Pangestu
Selamat siang dunia! Aku Sasya. Sore ini aku harus cepat – cepat berangkat ke panti asuhan tempat aku melepas penat setelah kuliah. Seperti biasa, dengan motor hitam kesayanganku. Kali ini perjalanan yang harusnya ku tempuh 1 jam perjalanan menjadi 45 menit. Yaa 15 menit lebih cepat rasanya lumayan. Jalanan cukup lancar.
Sebelum aku menuju panti tersebut, aku biasa mampir ke minimarket untuk membeli biscuit atau makanan ringan untuk anak – anak panti yang berumur 8 tahun kebawah. Tak lupa aku membeli biskuit bayi. Dan.. selesai.
Bruk!!
Aku hamper saja terjatuh karena bahuku ditabrak seseorang yang tak ku kenal. Menyebalkan! Sudahlah, kembali aku menghampiri motorku untuk segera melaju pergi. Yeay!
“Kakak!!” Begitulah keceriaan anak – anak saat aku dating. Usia ku yang menginjak 20 tahun ini membuat mereka memanggilku kakak. Aku sangat menyayangi mereka. Sangat – sangat sayang! Anak umur 5 – 8 tahun yang berjumlah kurang dari 15 anak ini berhamburan menghampiriku saat aku menunjukkan kantung plastic yang ku bawa. Mereka mengambilnya dan berbagi.
“Selamat siang Mbak Sasya..” Sapa salah satu pengurus panti. Mbak Mia namanya.
“Siang, mbak. Gimana anak – anak? Kelihatannya sehat. Apa bayi – bayi disini sehat juga?” Tanyaku sembari menutup pintu utama panti.
“Sehat mbak.. Mereka baru habis mandi.. Yuk!” Mbak Mia membawaku untuk menuju ruang bayi yang tak jauh dari ruang utama. Ku lihat di bangku taman belakang ada seorang pemuda yang ku rasa seumur dengan kakakku. Tampan. Tetapi ia tengah menggendong salah seorang bayi berumur 8 bulan. Bermain dengannya.
“Emm.. itu siapa mbak?” Tanyaku. Mbak Mia tersenyum.
“Namanya Rafa. Dia mau mengadopsi bayi itu katanya. Ini kunjungannya yang kedua lho mbak..” Jawab Mbak Mia.
“Itu isterinya? Kok kayak sudah ibu - ibu?”
“Dia belum menikah, itu ibunya. Dia cerita kalau dia ingin sekali punya adik perempuan. Orang tuanya sudah bercerai, makanya dia adopsi.” Jawab mbak Mia. Aku hanya ber-Oh-ria.
Saat mbak Mia memasuki ruang bayi, aku tetap diam dan malah memperhatikan Rafa. Lelaki jaman sekarang ternyata masih ada juga yang punya jiwa social seperti Rafa. Keinginannya punya adik sampai adopsi begini membuat aku luluh. Tanpa ku duga Rafa menatap kearahku. Astaga, buru – buru aku tersenyum salting. Rafa tersenyum manis.
-Skip-
Puas bermain sampai sore, aku kembali mengendarai motorku. Pulang. Ditengah jalan aku melihat temanku duduk di dekat tukang ice cream. Segera aku menghampirinya. Temanku yang mengenali aku langsung tersenyum. Seraya makan ice cream. Lucu.
“Dicky, Makan sendirian aja…” Aku menyetandarkan motor. Ia tertawa kecil.
“Pesen aja sana, nanti aku biarin..”
“Bayarin orang mah..” Aku duduk disebelahnya.
“Iyaa gampang. Sana pesen.”
“Bang! 1 ya, coklat.”
Ku dapatkan ice cream dan aku pun mulai berbincang dengan Dicky. Saat tengah asik berbincang, ku dengar suara seseorang yang mengatakan sebuah nama yang tak asing.
“Yah, coklatnya habis, Raf. Strawberry aja ya?”
RAF? Buru – buru aku menoleh dan… WHAT?! Benar saja itu ibu Rafael yang tengah turun dari mobil untuk membeli ice cream. Sedangkan Rafael di mobil yang hanya berjarak beberapa langkah saja darinya. Rafael mengangguk dan tersenyum melihatku. Astaga.. sekali lagi ku lihat senyuman itu. Siapapun.. pegangi aku..
“Mbak, yang tadi di panti, bukan?” Ibunya Rafael menegurku dengan senyuman.
“Saya? Emm.. hehe iya.” Jawabku gugup.
“Baru pertama lihat dia di panti asuhan Sayap Putih ya, Bu? Dia kan penghuninya. Haha.” Gurau Dicky. Ibu itu tertawa.
“Cantik begini masa jadi penghuni..” Ibu itu. Entah siapa namanya.
“Jangan dengerin, Bu. Suka error dia mah.. hehe.” Aku membela diri.
“Ini, Bu.” Si abang ice cream memotong acara mengobrol. Fine-__-.
“Ini uangnya, kembaliannya buat abang. Makasih ya. Dek, permisi yaa..” Ibu itu pamit.
Aku dan Dicky hanya tersenyum. Ku lihat Rafael pun pamit dengan isyarat senyuman.
“Lo suka ya sama yang ada di mobil?” Tanya dicky sesaat setelah mobil Rafa melesat.
“Emm, enggak..” Elakku.
“Masaa…?” Dicky kekeuh meledek.
-skip-
Hari ini aku tengah menikmati sedikit waktu senggang, kembali di panti. Namun kali ini malam. Aku dan Mbak Mia tengah berbincang seraya menikmati the manis hangat di ruang tamu panti. Mbak Mia ku minta cerita soal Rafa. Hehe, maklumlah kan aku mengaguminya.
“Jadi Rafa itu pengusaha muda gitu? Hebat juga ya..” Pujiku.
“Nak Rafa juga sangat ramah dan dermawan mbak..” Mbak Mia.
“Jadi makin suka deh aku.. hehe.”
“Ooh jadi kamu suka sama nak Rafa?” Mbak Mia mencoelek lenganku. Membuatku tersipi malu.
“Kagum aja mbak..”
“Suka juga nggak apa – apa kok mbak.. Orang nak Rafa juga kemarin nanyain Mbak pas mbak pulang..” Mbak Mia makin membuatku geregetan.
“Serius? Waaahh.. jadi seneng deh..”
“Ciyee mbak Sasyaa…”
-skip-
Sudah seminggu aku tidak ke panti. Aku merindukannya. Namun tugas sekolah membuatku tak punya banyak waktu. Padahal aku rindu dengan suara cerewet anak – anak. Haaa tugaass.. izinkan aku melepas penat.
Tiba – tiba handphone ku bordering, panggilan dari Mbak Mia. Pengurus panti. Buru – buru ku angkat. Akupun rindu dengan Mbak Mia.
“Halo mbak Mia..?”
“…..”
“Besok ada acara di panti? Emm.. jam berapa?”
“…..”
“Ooh.. oke, aku usahain ya mbak..”
“…..”
“Oke.. Daa..”
PIP!
Sekarang yang terlintas di benakku adalah Rafa. Bicara soal acara panti, setahuku hanya Rafa dan ibunya yang ingin mengadopsi anak. Mungkin besok hari untuk itu. Ada Rafa. Ya! Aku harus datang. Malam ini aku harus selesaikan tugas sebanyak yang ku bisa.
-skip-
Siang ini aku sengaja menunda pengerjaan tugasku, aku berjalan cepat menuju motor. Buru – buru ku tancap gas menuju panti itu. 20 menit lagi acara dimulai!! Aku terlambat!
Aku berjalan cepat menuju ruang utama dimana acara diselenggarakan. Entah itu acara apa. Yang jelas, aku ingin segera hadir dan melihat anak – anak, juga.. Rafa.
Saat sampai aku merasakan heran karena ku lihat Rafa tidak ada, hanya mamanya saja. Suasana pun tengah di liputi dengan sedikit air mata. Seperti habis berdoa. Sebenarnya ada apa? Perasaanku mulai tak enak. Ku ambil posisi duduk disebelah Mbak Mia.
“Mbak, acara apa memangnya?” Tanyaku berbisik. Mbak Mia menggandengku keluar ruangan.
“Hari ini sebenarnya acara pelepasan anak yang mau di adopsi itu, tapi tadi pagi kita dapat kabar kalau nak Rafanya masuk rumah sakit. Penyakitnya kambuh. Tapi nak Rafa kekeuh untuk melanjutkan acara. Akhirnya mamanya mewakilkan.” Jelasnya panjang lebar.
Percaya atau tidak, jantungku berdegup cukup cepat. Rasanya ingin aku menjenguknya, tapi aku ini siapa? Kenal pun tidak. Aku mencoba mengatur nafasku.
“Memangnya Rafa sakit apa mbak?”
“Saya kurang tahu, mbak. Mamanya bilang sih sakitnya kambuh, itu aja..” Jawab Mbak Mia.
“Permisi… Kamu yang namanya Sasya?” Seseorang menegur dari belakang. Aku dan mbak Mia buru – buru menoleh. Oh.. mamanya Rafa.
“Umm iya benar, Bu. Ada apa ya?”
“Bisa kamu temani saya ke rumah sakit? Bersama bayi ini. Rafa ingin sekali berkenalan dengan kamu. Mau ya?” Tawarnya.
“Perlu saya bantu bawa tasnya, Bu?” Tawar mbak Mia. Dengan senang hati Ibu itu memberikannya.
“Tolong kasih supir saya saja ya.. Terima kasih.”
“Baik.” Mbak Mia berlalu.
“Jadi.. gimana? Kamu mau kan ikut saya ke Rumah sakit? Rafa pasti senang melihat kamu dan Sasya.” Kembali ibu itu menawarkan.
“Sasya? Bukannya namanya Natasya?” Tanyaku.
“Iya, bayi ini kan namanya Natasya, Rafa maunya manggilnya Sasya. Karena bibirnya mirip sekali denganmu.”
Bukan kepalang senangnya… seperti terbang ke langit. Oh Tuhan… Terima kasih.. Aku tersenyum simpul dan mengangguk. Menerima tawaran Ibu cantik itu.
“Tapi aku bawa motor.. Gimana?”
“Motormu titip sini saja.” Mbak Mia datang.
“Makasih, Mbak.”
“Ngomong – ngomong, selamat ulang tahun ya, Sya.” Ucap ibu cantik itu. Astaga? Tahu darimana kalau hari ini hari kelahiranku? Pasti Mbak Mia nih.. hehehe.
“Iya, selamat ulang tahun ya mbak..:” Mbak Mia.
“Hehe terima kasih.”
Sampailah disebuah ruangan serba putih, ruang rawat Rafa. Aku yang menggendong Sasya kecil ini hanya terdiam diambang pintu. Tak sanggup kalau harus melihat Pria idamanku terbaring lemah. Sementara Nyonya Lila, yang baru aku tahu namanya tadi sudah masuk bakan menyapa Rafa. Aku dan Sasya kecil? Tetap pada posisi.
“Ma, sasya mana? Katanya hari ini di ambil..” Ya.. itu suaranya. Suara Rafa!
“Di pintu.. Malu mungkin.”
“Pintu? Ma, nggak usah bercanda, sasya kan masih 8 bulan..” Ku dengar Rafa sedikit kesal karena Ia fikir mamanya bercanda.
“Dibilangin, nggak percaya. Sasya.. Sasya.. Sini sayang…”
Perlahan tapi pasti aku dan Sasya kecil berjalan menghampiri Rafa dan Nyonya Lila. Rafa terdiam, lalu kemudian tersenyum manis melihat aku dan Sasya kecil. Nyonya Lila pun tersenyum.
“Sasyanya double ya, ma.” Rafa tersenyum senang.
“Pastinya.. Kan kamu pasti mau ketemu dua – duanya kan..” Ledek Nyonya Lila.
“Mama..” Rafa tersipu malu.
“Ini..” Aku menduduki Sasya kecil di pangkuan Rafa.
“Haa.. Sasya kecil.. Mmwah.” Dengan gemas Ia mencium pipi Sasya kecil.
“Pantes deh kalian..” Nyonya Lila tersenyum.
Sejenak Rafa menoleh ke arahku dan tersenyum manis. Aku merasa canggung dan akhirnya hanya tersenyum salah tingkah.
“Pantes ya Ma? Restuin ya, ma.” Ucap Rafa.
“Maksudnya..?” Aku buru – buru menoleh.
“Rafa itu suka sama kamu sejak pertama bertemu.. Dia bilang katanya mau kenal dekat sama kamu. Inget nggak waktu kita ketemu di tukang ice cream? Sebenarnya itu taktiknya Rafa aja.. Biar ngeliat kamu. Terus Rafa pilih hari ini sebagai hari pengambilan Sasya kecil pun Rafa yang jadwalin, setelah dia tahu hari ini ulang tahun kamu, dari Mbak Mia.” Jawab Nyonya Lila.
Kali ini aku benar – benar tidak tahu harus apa. Antara senang dan tak percaya. Apa mungkin ini hadiah ulang tahun dari Tuhan untukku? Entahlah, hanya Tuhan yang tahu.
“Happy Birthday ya…”
Aku tersenyum dan tangan kiri Rafa merangkulku yang notabenenya duduk disebelah kirinya. Senangnyaa…. Rasanya seperti keluarga.
Profil dan Lainnya
Haii..!! Kembali bersama depang disini. Semoga cerpen kali ini greget yaa.. Hehe. Thanks untuk admin blog ini.. Love you!! Tinggalkan jejak setelah baca ya.. jangan lupa follow @BlogCRdA dan follow aku di @dewipangestu1. Heart You^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Biarkan kami tahu kamu di sana... ;)