Selamat datang di Kumpulan Cerpen Remaja dan Anak! Silahkan mengunjungi satu per satu cerpen dari para penulis kami!
Bisa mulai ditelusuri dari Authors yang berisi profil kami, kemudian Become Author untuk mengirim karya atau pun menjadi penulis tetap. Melanjutkan atau malah langsung menuju Daftar Cerpen yang berisi cerpen terposting di blog lama maupun baru pun oke. Ada yang kurang? Tanyakan di Information. Berkelana sesuka hati saja, deh! Welcome!
Welcome to KCRdA weblog | take parcitipate with us | read stories | comment | send stories

Minggu, 18 Januari 2015

Misunderstanding - Cerpen Remaja

Misunderstanding
Karya R

Rasanya benar-benar sakit melihatnya berlalu begitu saja.
Aku tahu, ini salahku, meskipun dia juga ambil bagian dalam kesalahan itu. Tapi seandainya aku meluruskannya, semua tidak akan jadi seperti ini.
Oh, ini menyebalkan.

Rasanya sakit sekali melihatnya tidak menoleh sedikit pun padaku maupun tersenyum. Bahkan dia terkesan menghindariku. Dia tidak ingin berada dalam lima meter radius dariku.
Ya ampun.
Seperti kali ini.
Dia berbalik saat melihat sosokku berjarak beberapa meter darinya, seolah aku ini wabah penyakit menular. Hei, yang benar saja, aku tidak terima diperlakukan seperti ini.
Ini semua bermula dari seminggu yang lalu, di taman belakang sekolah. Oke, klasik sekali, tapi aku tidak tahan tidak menceritakannya. Dia mengajakku ke taman belakang sekolah sepulang sekolah dan aku menyanggupinya.
Maka pulang sekolah aku datang ke taman belakang yang sepi tapi begitu indah lantaran bunga-bunga yang ditanam sedang berbunga-bunga. Dia gadis yang manis, manis seperti madu dan secantik bunga. Dan aku, sesungguhnya, menyukainya.
Maka bayangkan betapa kagetnya aku saat dia menyatakan jika dia menyukaiku.
Oke, ini tidak terduga. Aku hanya bisa menatapnya tanpa kata-kata dengan setengah bingung karena semua terlalu mendadak dan tiba-tiba.
Dia masih menatapku, kalau aku boleh geer, berharap, dengan matanya yang polos dan lucu itu. Oh ya ampun, betapa manisnya dia. Lalu dia melanjutkan dengan memintaku jadi pacarnya.
Ya Tuhan, ini benar-benar gila.
Aku masih tidak mengatakan apapun; semuanya terlalu mendadak. Dan gila, dan membuat jantungku berdetak begitu cepat. Dia menyukaiku? Yang benar saja! Tidak, tidak mungkin. Dan ini, sejujurnya, melukai harga diriku sebagai laki-laki. Hei, aku berusaha mengumpulkan keberanianku untuk menyatakan perasaanku padanya tapi dia mendahuluiku? Tapi kusadari dalam hati kecilku, itu bukan apa-apa.
Aku masih tidak mengatakan apa-apa dan hanya menatapnya langsung ke matanya. Selama beberapa detik, kami hanya bertatapan.
Kemudian dia mengigit bibirnya dan mengatakan maaf. "Maaf... Aku sudah mengganggu waktumu," Lalu dia berlari entah ke mana.
Dan aku masih terpaku dengan bingung.
Oke, jadi apa yang barusan terjadi? Aku masih berusaha mencernanya. Apa dia baru menyatakan perasaannya? Dan aku tidak mengatakan apapun?
Oh Tuhan, betapa bodohnya aku.
Sejak saat itu, dia terus-terusan menghindariku. Dan sayangnya kami tidak sekelas, jadi benar-benar susah untuk mencarinya. Aku berusaha menemuinya, tapi dia punya teman-teman yang begitu loyal yang bahkan menghalangiku untuk mencarinya.
Hah, jadi ingat dengan teman-teman konyolku.
Dan sekarang, dia sedang bergerak berbalik untuk menghindariku.
Oh, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
Aku berlari menyusuri koridor yang cukup ramai, mengejarnya yang sudah melarikan diri. "Anya!" teriakku memanggil namanya. Tidak terdengar ke seluruh penjuru koridor, tapi aku tahu dia mendengarnya.
Dan dia tidak berhenti.
Oh, ya Tuhan, benar-benar menyebalkan.
Akhirnya, sekali lagi aku gagal mengejarnya.
Sialan.
Baiklah, coba lain kali.

Anya Nerissa. Putri keluarga Fernando yang menyita perhatianku dua tahun yang lalu.
Kami sekelas, waktu itu. Dia gadis biasa, populer tidak, culun juga tidak. Dia berusaha untuk tidak mencolok, tapi di waktu-waktu tertentu, dia bisa menonjolkan dirinya dan mengungkapkan isi kepalanya. Dia cukup pandai, paling tidak, selalu masuk tiga besar. Dan dia memiliki keunggulan tersendiri.
Dia manis dan cantik. Aku tahu itu. Banyak yang diam-diam mengaguminya, termasuk teman-teman konyolku. Mereka sering berusaha menarik perhatian Anya tapi Anya hanya menganggap mereka sebagai teman biasa. Dan aku bersyukur untuk itu.
Kebodohan itu membuatku ingin marah pada diriku sendiri.
Dia menyukaiku. Kenapa aku tidak segera menjawabnya? Kenapa juga harus aku diam sampai dia salah paham atas sikapku?
Ini menyebalkan.
Dan memang, rasanya sakit saat dia menghindariku. Saat dia bahkan tidak ingin melihat wajahku lebih dari satu detik. Saat dia berusaha bersembunyi saat aku mencari.
Oh, betapa melankolisnya aku sekarang.
Tapi sebagian besar ini salahku. Sisanya salahnya, karena dia keburu menyimpulkan sendiri padahal aku belum mengatakan apapun.
Aku melangkah gontai keluar dari kelasku setelah semua orang keluar. Teman-temanku bahkan sudah kuusir pulang duluan lantaran aku sedang benar-benar dalam mood buruk. Kayak cewek saja, hah.
Saat menginjakkan kakiku di koridor depan kelas, mataku segera menemukan objek galauku seminggu ini. Anya. Dia sedang berjalan cepat memunggungiku. Kuduga, dia bahkan tidak tahu aku ada di sini.
Sakit sekali, tapi aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku segera bergerak -atau lebih tepatnya berlari- mengejarnya. "Anya!" panggilku sekali lagi. Dia tidak berhenti, bahkan berjalan lebih cepat dan pada akhirnya berlari begitu aku mendekatinya.
"Anya!" Aku berhasil menggapai lengannya dan menahannya begitu dia bergerak. Dia memberontak, tapi aku menyeretnya dan memojokkannya ke dinding.
"Apa maumu?" Suaranya begitu kecil dan rapuh, membuatku ingin memeluknya untuk melindunginya. Tapi tidak, tidak sekarang.
"Kenapa kamu menghindar dari aku?" Argh, pertanyaan bodoh. Bukan itu yang ingin kutanyakan. Tapi ya sudahlah, kumulai dari pertanyaan ini. Aku menatap langsung ke matanya, memaksanya untuk menjawab.
"Lepaskan aku," Dia tidak menjawab pertanyaanku, hei.
"Jawab pertanyaanku." balasku penuh penekanan.
"Lepaskan aku, Xander!" katanya sambil berusaha memberontak dari kungkungan tanganku.
"Jawab dulu pertanyaanku!" seruku membalas.
"Apanya yang perlu kujawab?" tanyanya, menghindari tatapan mataku.
"Kenapa kamu menghindariku?" ulangku menuntut.
"Kenapa kamu butuh jawabanku?"
"Jawab saja, apa susahnya!"
"Aku ngga mau!"
"Anya!"
Suara kami memuncak bersamaan dan bergema ke seluruh koridor yang kosong.
Hening beberapa saat.
Anya, akhirnya menatapku, tapi dengan lelah. "Aku malu, oke?"
"Malu?" ulangku bodoh.
"Aku selalu mengingat apa yang telah kulakukan tiap ngelihat kamu," katanya lemah, "dan itu adalah sesuatu yang ngga ingin kuingat-ingat."
"Kenapa?"
Dia menatapku lelah. "Kamu ngga ngerti, Xander?" tanyanya. "Bukan hal yang mudah buatku bilang begitu ke kamu. Terlebih aku ditolak. Kamu ngga ngerti?"
"Aku ngga pernah nolak kamu."
Dia memutar mata malas. "Yeah, tapi kamu ngga jawab dan itu artinya kamu nolak aku."
"Aku kaget, tahu? Pernyataanmu itu membuatku kaget dan bingung."
"Jadi intinya kamu nggantungin aku? Bukannya sama aja, akhirnya kamu juga nolak aku?"
"Kamu bahkan langsung pergi dan setelahnya ngga biarin aku sekalipun jelasin ke kamu."
"Apa?" Dia langsung mendorong tubuhku saat melihatku lengah dan pergi sambil berjalan gontai. "Memangnya apa lagi yang bisa kamu jelaskan?"
Aku menatap punggungnya gemas dan tanganku bergerak cepat, sekali lagi, menarik lengannya dan mendorongnya sampai punggungnya menabrak tembok dengan halus. "Aku suka kamu. Itu belum jelas?"
"A... Apa?" Wajahnya terlihat bingung, dan kaget. Sama seperti apa yang kurasakan saat mendapat pernyataan cinta darinya.
"Aku suka kamu," ulangku, meski tahu persis apa maksudnya mengatakan 'apa'.
"T-tapi.. k-kamu..." Dia masih bingung berkata-kata, membuatku tersenyum geli.
"Aku suka kamu, Anya. Waktu itu aku cuma bingung dan kaget, juga jujur, ngga terima kamu udah nyatain duluan. Tapi kupikir itu bukan masalah. Hanya saja, aku terlalu kaget untuk bisa ngomong." Aku merapikan rambutnya yang menghalangiku untuk melihat matanya.
Anya tidak berkata-kata. Aku tahu dia kaget, aku pernah merasakannya.
"Jadi, Anya, biar aku ulang kata-katamu," Aku menarik napas. "Kamu mau jadi pacarku?"
Anya masih menatapku speechless. "Xander... K-kamu..." Saat berusaha berkata-kata, kalimatnya jadi kacau. Jadi dia... mengangguk.
Anya mengangguk?
Oh ya Tuhan! Anya mengangguk! Dia mengiyakan ajakanku.
Jadi apa intinya? Sekarang? Dia pacarku?
Oh ya Tuhan. Terimakasih Tuhan.
Aku menatapnya dengan tersenyum. "Trims,"
Anya menatapku sedetik lalu membuang pandangannya. "Untuk apa?"
Tapi aku tahu dia mengerti kata-kataku.
Pada akhirnya, aku berhasil meluruskan kesalahpahaman ini, kan?

Note:
Setelah bersemedi selama berabad-abad, aku bisa muncul lagi di sini. Dan ya, apa kabar semuanya?
Selamat Tahun Baru 2015. Iya, aku tahu aku telat sekali mengucapkannya, tapi tidak apa-apa. Ini masih Januari 2015, bukan?
Sekali lagi, segenap tim KCRdA mengucapkan selamat tahun baru 2015. Jangan lupa dengan resolusi kalian tahun ini, ya.
Daah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Biarkan kami tahu kamu di sana... ;)